Sabtu, 31 Januari 2009

Memanusiakan Ide Ide


Memanusiakan Ide-Ide

DIBANDING SMAN 1 Talun, SMA Negeri 1 Kesamben orang bisa saja mengatakan tak seberapa. Karena senioritas itu kadang memerlukan prestasi, waktu dan peluang. Namun nama yang sering mengidola memang didukung input tinggi dan sumber daya orang tua siswa. Sehingga cetusan ide begitu mudah terealisasi dan diakui eksistensinya.

SMA Negeri 1 Kesamben memang mengandalkan ide-ide cemerlang yang bersumber dari guru dan siswa. Ide cemerlang itu jarang ada di sekolah lain dan tidak sekedar meniru. Seni Musik telah melahirkan Group Band Muda dari SMA Negeri 1 Kesamben. Seni Drama diprediksi mengantarkan siswa masuk ke dunia teater. Fraksi Mutu demikian juga membuka minat di bidang jurnalistik nantinya, dan sebagainya. Dengan ketekunan, keuletan dan pengorbanan waktu dan tenaga dalam melatih siswa, agar setiap tahun muncul bakat menonjol siswa di sekolah kita.
Kegiatan Pensi yang diikuti oleh pelajar se Indonesia yang audisinya berakhir di Bali ini, sekolah kita mendapat penghormatan dari JTV Surabaya untuk dishooting dan ditampilkan Jumat, 5 Mei 2006. Shooting sekolah kita dari televisi merupakan pertama kalinya dan gratis. Barangkali ada prediksi JTV akan potensi kreasi siswa SMA Negeri 1 Kesamben.
Potensi siswa kita di bidang intertainment memang cukup besar. Meski di sekolah tidak membuka kurikulum lokal di bidang ini. Wulan pernah meraih Juara I di bidang Intertainment dalam Audisi Jurnalistik Se Jawa Timur yang diselenggarakan Jurnalistik Patria tahun lalu. Sukma dan Arief dalam shooting JTV cukup representatif sebagai reporter teve.
Dengan demikian ide-ide siswa semacam ini perlu diakomodasi dengan baik, syukur-syukur kalau ada pembinaan secara profesional. Ide-ide itu harus dimanusiakan. Entah difasilitasi dalam lomba atau bagaimana. Tidak harus dimasukkan dalam ekstra. Jangan-jangan dijadikan ekstra, sudah difasilitasi dengan baik akhirnya mandeg. Sehingga ada mesin jahit yang hilang tak tahu kapan hilangnya.
Pada tahun 2001, OSIS studi banding ke Jawa Pos, ide dan gagasan akhirnya bermunculan. Salah satunya adalah menerbitkan sebuah buletin sekolah. Dengan harapan buletin ini mampu menampung aspirasi, kreasi seni, sastra dan sebagainya, karena pada tahun itu sedang hangat-hangatnya reformasi dan demokratisi, demokratisasi sekolah.
Drs. Soedarto, sebagai Kepala Sekolah pada waktu itu menyambut baik ide-ide itu, memanusiakan ide-ide. Maka fasilitas pun disiapkan. Sebuah kamera Nikon akhirnya tersedia. Kotak Redaksi juga terealisasi. Pemilihan calon nama buletin juga berlangsung secara demokratis. Karya pun membludak. Akhirnya penerbitan buletin pertama dan masih terbit kali ini adalah yang ke 11.
Ide-ide memang mudah saja muncul dari setiap orang namun banyak ide-ide itu tidak terealisasi karena memang tidak realistis, atau ide kaget-kaget. Bagaimana ide-ide bisa terealisasi itulah diperlukan perjuangan dan pengorbanan.
Dalam penangan ide-ide itu kadang setengah hati. Sehingga terkesan tidak mendapat dukungan dari pihak tertentu. Timbul persoalan dan pencetus ide akhirnya dimentahkan. Misalnya dalam perjalanan buletin Fraksi Mutu selama ini mengalami kelemahan partisipasi. Guru bahasa yang seharusnya potensial dalam membantu perekrutan karya siswa namun sangat jarang diakomodir dalam buletin.
Dalam Pensi (Pentas Seni Pelajar) yang diselenggarakan oleh Telkomsel (Blitar bekerja sama dengan Radio Patria FM) merupakan ide-ide kreasi siswa. Bagaimana OSIS bisa memperoleh kartu focer bekas di setiap counter Telkomsel, bagaimana menyusunnya menjadi sebuah menara. Bagaimana mempersiapkan Dance yang mampu berkompetisi dengan sekolah lain. Demikian juga bagaimana musik VPJ mampu bersaing dengan pemusik pelajar Blitar.
Dalam Pensi terserap biaya cukup besar dan tidak masuk dalam program OSIS. Akhirnya orang cenderung memperhatikan biaya yang dikeluarkan dibanding dengan motifasi peningkatan prestasi siswa. Meskipun kita memperoleh Juara Faforit untuk Penyusunan Focer Bekas dengan hadiah 500 ribu rupiah.
Niat peserta demikian juga sudah terkontaminasi oleh nominal hadiah yang diperoleh. Niat mulia mereka membawa nama baik sekolah tercemar dengan nominal hadiah untuk dipakai kegiatan latihan. Meski akhirnya urung setelah menerima penjelasan dari pihak kesiswaan. Mereka pun paham, bahwa upaya meningkatkan kreasi siswa tidak lepas dari dukungan sekolah. 500 ribu rupiah tidak ada artinya dibanding dengan harga sebuah prestasi siswa dan membawa nama baik sekolah. Pendeknya prestasi tak mungkin terbeli oleh atau dengan apapun.
Kita patut menghormati para peserta Pensi sebagai orang yang mengangkat nama baik SMA Negeri 1 Kesamben. Dalam Blitar saja, sekolah kita sulit bersaing melalui prestasi akademik. Prestasi non akademik semacam itu tetap menjadi barometer prestasi SMA Negeri 1 Kesamben. Prestasi sekolah akan meningkatkan input sekolah dan terbuka peluang sekolah kita menjadi lebih baik dibanding lainnya.
Ide-ide cemerlang memang gampang terlintas, namun sulit sekali meraihnya. Ide-ide seseorang yang kemudian bisa terealisasi, mari kita junjung tinggi sebagaimana menghargai karya. (Budi Elyas)

1 komentar:

Budi Spoil 85 mengatakan...

Ini adalah tulisan di Editorial Fraksi Mutu SMAN 1 Kesamben, sebagai kritik bagi orang-orang yang tidak menghargai karya dan kreativitas guru, dan mereka yang hanya ngomong aja tanpa karya.