Rabu, 25 Februari 2009

Perbedaan Fatwa, Wacana, dan Vonis

Wacana, secara garis besar menurut kamus (KBBI), bermakna ucapan; perkataan; tutur atau keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan. Sebagai contoh, ungkapan seperti, ”Masalah ini baru merupakan wacana”, berarti baru merupakan tuturan.

Wacana berbeda dengan fatwa, yang menurut kamus berarti: jawab (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah; atau secara kiasan: nasihat orang alim; pelajaran baik; petuah. Dan lebih berbeda lagi dengan vonis, yang berarti putusan hakim atau hukuman.

Dalam kitab-kitab fikih, mufti, pemberi fatwa, dibedakan dengan hakim. Mufti hanya memberikan informasi kepada dan sesuai pertanyaan si peminta fatwa. Sementara hakim memutuskan hukuman setelah mendengarkan berbagai pihak seperti penuntut, terdakwa, dan saksi-saksi. Berbeda dengan putusan hakim, fatwa tidak memiliki kekuatan memaksa. Tidak mengikat kecuali bagi si peminta fatwa.

Itu pun dengan beberapa catatan, antara lain, bila si peminta fatwa hanya mendapat fatwa dari satu pihak/pemberi fatwa dan fatwa yang diberikan sesuai dengan kemantapan hatinya. Apabila ada dua pihak yang memberi fatwa dan berbeda, maka dia mengikuti fatwa yang sesuai dengan kata hatinya. Ini didasarkan kepada hadis Nabi Muhammad SAW, Istafti qalbak/nafsak wain aftaaka an-naas… (Mintalah fatwa hati nuranimu meski orang-orang sudah memberimu fatwa…).

Istilah Perlu Dijelaskan

Istilah-istilah itu -seperti banyak istilah lainnya- perlu dijelaskan, pertama, karena kenyataan membuktikan bahwa di negeri ini banyak sekali istilah yang karena tidak pernah dijelaskan, hanya asal diucapkan, telah membuat silang-sengkarut, bahkan silang-sengketa yang berkepanjangan. Kedua, semakin merajalelanya wacana tentang dan fatwa MUI. Ketika wacana, misalnya, dianggap fatwa atau vonis, maka akan -bahkan sudah sering- memunculkan tidak hanya wacana tandingan, tapi fatwa atau bahkan vonis, penghukuman. Penghukuman ini pun sering dilakukan oleh pihak yang tidak berhak menghakimi. Karena ketidaktahuan tentang apa itu fatwa, misalnya, terbukti menimbulkan ”vonis” serampangan yang sangat bodoh dan konyol.

Kemarin orang ramai membicarakan wacana mengenai fatwa-fatwa MUI. Sekarang setelah ijtimaknya di Padang Panjang usai, ramai -dan untuk beberapa waktu insya Allah akan terus ramai- dibicarakan mengenai fatwa MUI mengenai hukum rokok, golput, yoga, dsb.

Sejak didirikan pemerintah Orde Baru, dulu MUI hanya melayani permintaan fatwa dan untuk kepentingan pemerintah. Namun sejak isu lemak babi, popularitas MUI terus melejit. Lemak babi telah mendorong MUI memulai era barunya, mengembangkan ”usaha”-nya.

Demi melindungi masyarakat muslim Indonesia dari terkena lemak babi atau hal-hal haram lainnya, MUI melakukan penelitian terhadap produk-produk yang akan dikonsumsi masyarakat. MUI pun laris manis. Permintaan sertifikat halal berdatangan dari perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik.

Karena untuk mengeluarkan sertifikat, MUI perlu melakukan penelitian-penelitian dan penelitian-penelitian membutuhkan biaya yang tidak sedikit; sedangkan dana MUI terbatas, maka saya pernah mengusulkan mbok Label Halal diganti saja dengan Label Haram. Pasalnya, yang haram hanya sedikit dan yang halal terlalu banyak. Pikir saya, nanti merepotkan MUI sendiri.


Makin Pede

Begitulah, lama-lama MUI semakin pede, semakin giat dan rajin berfatwa. Pesanan fatwa pun semakin meningkat, tidak hanya dari pihak pemerintah. Apalagi sejak fatwa spektakulernya tentang aliran sesat yang dampaknya luar biasa dahsyat, dari sekadar memunculkan wacana-wacana hingga aksi-aksi penghakiman.

Misalnya, mereka yang tidak paham perbedaan fatwa dan vonis, sekaligus tidak terdidik hidup berbudaya Islami pun menjadikan fatwa sesat MUI itu sebagai dalil pembenar untuk melakukan vonis alias menghakimi sendiri siapa yang mereka anggap beraliran sesat.

MUI pun akhirnya menjadi lembaga yang menakutkan. Tidak heran jika wakil presiden sampai berpesan dalam pembukaan Ijtimak Komisi Fatwa MUI kemarin, agar MUI jangan mengeluarkan fatwa yang meresahkan dan menjadi ketakutan baru, tapi menjadi solusi (JP, Minggu 25 Januari 2009).

Sebetulnya, resah dan takut tidak perlu terjadi seandainya semua orang memahami betul makna ketiga istilah yang dari awal coba saya jelaskan itu. Jangankan wacana, fatwa saja bukanlah sesuatu yang harus dipahami atau disikapi sebagai vonis. Tidak saja karena hal itu bertentangan dengan pengertian bahasa, tapi juga menyalahi pengertian secara istilahi.

Fatwa sendiri dalam istilah agama atau -sempitnya: fikh- mirip dengan pengertian bahasanya. Jawab mufti terhadap masalah keberagamaan. Dulu fatwa memang diminta dan diberikan mufti secara perorangan. Mufti yang boleh ditanya dan memberikan fatwa ialah orang yang memenuhi kriteria tertentu.

Tidak sembarang orang, misalnya, pensiunan pegawai tinggi Depag tidak bisa dijadikan ukuran. Para ulama berbeda mengenai rincian kriteria mufti, ada yang ketat, ada yang agak longgar. Ada yang mensyaratkan mufti harus mujtahid. Ada yang sekadar menyatakan -seperti Imam Malik- bahwa orang yang alim tidak seyogianya memberikan fatwa, sampai dia tahu bahwa orang melihatnya pantas memberikan fatwa dan demikian juga dirinya sendiri merasa pantas.

Secara garis besar, semua menyepakati bahwa yang diperkenankan diminta dan memberi fatwa hanyalah mereka yang memang ahlinya.

Fatwa, menurut para ulama, juga ada etikanya. Misalnya, mufti tidak boleh tergesa-gesa memberikan fatwa. Ibn Qayyim, misalnya, dalam salah satu kitabnya menyatakan, ”Dulu ulama salaf, para sahabat nabi dan tabi’ien, tidak suka cepat-cepat memberikan fatwa. Masing-masing mereka justru mengharap fatwa diberikan oleh selain dirinya.

Apabila sudah jelas bahwa fatwa itu harus diberikan olehnya, maka dia pun akan mengerahkan segala tenaga dan pikiran untuk mengetahui hukum masalah yang dimintakan fatwa itu, dari kitab Quran, Sunnah Rasulullah SAW, pendapat Khalifah Rasyidin.

Menurut Imam Ahmad Ibn Hanbal, mufti tidak boleh menjawab apa saja yang ditanyakan kepadanya. Dan orang tidak boleh mengajukan dirinya untuk memberikan fatwa kecuali telah memenuhi 5 (lima) hal. Pertama, dia mempunyai niat yang tulus lillahi ta’alaa. Tidak mengharapkan kedudukan dan sebagainya.

Kedua, dia berdiri di atas ilmu, sikap lapang dada, anggun, dan tenang. Karena bila tidak demikian, dia tidak bisa menjelaskan hukum-hukum agama dengan baik.

Ketiga, dia harus kuat pada posisinya dan pengetahuannya. Keempat, kecukupan. Mufti harus cukup. Bila tidak, akan membuat tidak senangnya masyarakat. Sebab, bila mufti tidak memiliki kecukupan, dia akan membutuhkan masyarakat dan mengambil (materi) dari tangan mereka. Masyarakat akan merasa dirugikan.

Kelima, mufti harus mengenal masyarakat. Artinya, dia harus tahu kejiwaan si peminta fatwa dan mengerti benar pengaruh fatwanya dan tersebarnya di masyarakat.

Karena fatwa intinya adalah kemaslahatan masyarakat, maka menurut Imam Syatibi, mufti yang mencapai derajat puncak adalah mufti yang membawa masyarakat ke kondisi tengah-tengah seperti yang dikenal masyarakat. Tidak menempuh aliran yang keras dan tidak yang terlalu longgar.

Di tulis oleh: H A. Mustofa Bisri, pengasuh Pesantren Roudlatut Talibin, Rembang

Rabu, 18 Februari 2009

INDAHNYA BAHASAKU

INDONESIA : Kementerian Hukum dan Ham
MALAYSIA : Kementerian Tuduh menuduh

INDONESIA : Kementerian Agama
MALAYSIA : Kementerian Tak Berdosa ..(please dech..)

INDONESIA : Angkatan Darat
MALAYSIA : Laskar Hentak-Hentak Bumi

INDONESIA : Angkatan Udara
MALAYSIA : Laskar Angin-Angin

INDONESIA : ‘Pasukaaan bubar jalan !!!’
MALAYSIA : ‘Pasukaaan cerai berai !!!’

INDONESIA : Merayap
MALAYSIA : Bersetubuh dengan bumi

INDONESIA : rumah sakit bersalin
MALAYSIA : hospital korban lelaki (bener juga sih…)

INDONESIA : telepon selular
MALAYSIA : talipon bimbit

INDONESIA : Pasukan terjung payung
MALAYSIA : Aska begayut

INDONESIA : belok kiri, belok kanan
MALAYSIA : pusing kiri, pusing kanan

INDONESIA : Departemen Pertanian
MALAYSIA : Departemen Cucuk Tanam

INDONESIA : 6.30 = jam setengah tujuh
MALAYSIA : 6.30 = jam enam setengah

INDONESIA : gratis bicara 30menit
MALAYSIA : percuma berbual 30minit

INDONESIA : tidak bisa
MALAYSIA : tak boleh

INDONESIA : WC
MALAYSIA : tandas

INDONESIA : Satpam/sekuriti
MALAYSIA : Penunggu Maling

INDONESIA : Aduk
MALAYSIA : Kacau

INDONESIA : Di aduk hingga merata
MALAYSIA : kacaukan tuk datar

INDONESIA : 7 putaran
MALAYSIA : 7 pusingan

INDONESIA : Imut-imut
MALAYSIA : Comel benar

INDONESIA : pejabat negara
MALAYSIA : kaki tangan negara

INDONESIA :bertengkar
MALAYSIA : bertumbuk

INDONESIA : pemerkosaan
MALAYSIA : perogolan

INDONESIA : Pencopet
MALAYSIA : Penyeluk Saku

INDONESIA : Tidur siang
MALAYSIA : Petang telentang

INDONESIA : Air Hangat
MALAYSIA : Air Suam

INDONESIA : Terasi
MALAYSIA : Belacan

INDONESIA : Pengacara
MALAYSIA : Penguam

INDONESIA : Sepatu
MALAYSIA : Kasut

INDONESIA : Ban
MALAYSIA : Tayar

INDONESIA : remote
MALAYSIA : kawalan jauh

INDONESIA : kulkas
MALAYSIA : peti sejuk

INDONESIA : chatting
MALAYSIA : bilik berbual

INDONESIA : rusak
MALAYSIA : tak sihat

INDONESIA : keliling kota
MALAYSIA : pusing pusing ke bandar

INDONESIA : Tank
MALAYSIA : Kereta kebal

INDONESIA : Kedatangan
MALAYSIA : ketibaan

INDONESIA : bersenang-senang
MALAYSIA : berseronok

INDONESIA : bioskop
MALAYSIA : panggung wayang

INDONESIA : rumah sakit jiwa
MALAYSIA : gubuk gila

INDONESIA : dokter ahli jiwa
MALAYSIA : Dokter gila

INDONESIA : narkoba
MALAYSIA : dadah

INDONESIA : pintu darurat
MALAYSIA : Pintu kecemasan

INDONESIA : hantu Pocong
MALAYSIA : hantu Bungkus

INDONESIA : Anak Tiri
MALAYSIA : Anak Percume ( uurghh… tega)

INDONESIA : Toilet
MALAYSIA : Bilik Termenung (emang seh… Tapi apa cuma di toilet..???)

INDONESIA : Menteri Agama
MALAYSIA : Kementerian Tak Berdosa (ah.. terlalu berharap, jadi pengen ketawa ngakak)


INDONESIA :
Menteri Kehutanan
MALAYSIA : Kementrian semak belukar

INDONESIA :Angkatan darat
MALAYSIA : Laskar hentak2 bumi (ups.. no comment.hahahaha. ..)

INDONESIA : Angkatan Udara

MALAYSIA : Laskar Angin-Angin (ups again.. no comment.. hahaha…)


INDONESIA :
Angkatan laut
MALAYSIA : Laskar basah kuyup (Nyemplung kali yee…)

INDONESIA : Pasukan bubar jalan !!!
MALAYSIA : Pasukan cerai berai !!! (ups.. no comment.. again..? hahahaha… )

INDONESIA : Guru
MALAYSIA : Cikgu,,, (untung bukan ciluk ba…?)


INDONESIA :
Merayap
MALAYSIA : Bersetubuh dengan bumi (ohh…akhh. …arrghh. ..crrrt.. .lho?)

INDONESIA : rumah sakit bersalin
MALAYSIA : hospital korban lelaki (he.. he… padahal ada yang suka sama suka tuh)

INDONESIA : telepon selular
MALAYSIA : talipon bimbit (uh gaptek.. nyambit kaleeee…)

INDONESIA : Pasukan terjung payung
MALAYSIA : Aska begayut (halaaaah… )

INDONESIA : belok kiri, belok kanan
MALAYSIA : pusing kiri, pusing kanan (pernah denger nih..)

INDONESIA : Departemen Pertanian
MALAYSIA : Departemen Cucuk Tanam (yang ini bolehlah)

INDONESIA : 6.30 = jam setengah tujuh
MALAYSIA : 6.30 = jam enam setengah (cuma beda pengungkapan aja)

INDONESIA : gratis ngobrol 30 menit
MALAYSIA : percuma berbual 30 minit (dimana2 membual itu percuma)

INDONESIA : tidak bisa
MALAYSIA : tak boleh (atur aja deh)

INDONESIA : WC
MALAYSIA : tandas (masih nggak ngerti apa yang ditandaskan. .?)

INDONESIA : Satpam
MALAYSIA : Penunggu Maling (pemikiran yang sempit)

INDONESIA : Aduk
MALAYSIA : Kacau (hiyaaaaaaa. .. gak nyambung)

INDONESIA : Di aduk hingga merata
MALAYSIA : kacaukan tuk datar (tuh kan dibilang juga apa…)

INDONESIA : 7 putaran
MALAYSIA : 7 pusingan (sebaiknya minum obat deh)

INDONESIA : Imut-imut
MALAYSIA : Comel benar (nih lain.. kalo di Indonesia artinya bawel…! )

INDONESIA : pejabat negara
MALAYSIA : kaki tangan negara (bener nih…. walau jadinya kasar)

INDONESIA :bertengkar
MALAYSIA : bertumbuk (ah gak tau deh….)

INDONESIA : pemerkosaan
MALAYSIA : perogolan (mungkin maksudnye perogohan.. he.. he…)

INDONESIA : Pencopet
MALAYSIA : Penyeluk Saku (hiyaaaaaah. .. gak dimana mana)

INDONESIA : joystick
MALAYSIA : batang senang (ugh… bisa salah arti bgt neh… drrrrrrrtttt. ….vulgar)

INDONESIA : Tidur siang
MALAYSIA : Petang telentang (ampun dah…)

INDONESIA : ONANI
MALAYSIA : Tarik – Dorong Kelamin (kalau ini berdasarkan pengalaman empirik)

INDONESIA : Air Hangat
MALAYSIA : Air Suam (bingung..?)

INDONESIA : Terasi
MALAYSIA : Belacan (kyaknya kita juga pake nih)

INDONESIA : Pengacara
MALAYSIA : Peguam (kalo di Malaysia kata “Pengacara” malah artinya “Pembawa Acara”)

INDONESIA : Sepatu
MALAYSIA : Kasut (itumah yg buat tidur kaleee…ups)

INDONESIA : Ban
MALAYSIA : Tayar (diambil dari cara baca tulisan Tyre dalam English)

INDONESIA : Kabel

MALAYSIA : Wayar(diambil dari cara baca tulisan ”Wire” dalam English)


INDONESIA :
Remote (remot)
MALAYSIA :
Kawalan Jauh (ah… dasar)

INDONESIA : kulkas
MALAYSIA : peti sejuk (ya.. ya…. ya…)

INDONESIA : chatting
MALAYSIA : bilik berbual (emang seh…. tempat membual)

INDONESIA : rusak
MALAYSIA : tak sihat (gak selalu)

INDONESIA : keliling kota
MALAYSIA : pusing pusing ke bandar (Ketangkep polisi gak ya kita ke BD)

INDONESIA : Tank
MALAYSIA : Kereta kebal (hiyaaaaaa.. … picik banget seh)

INDONESIA : Kedatangan
MALAYSIA : ketibaan (emang tapi bukan ketiban kan ..?)

INDONESIA : bersenang-senang
MALAYSIA : berseronok (gak jelas)

INDONESIA : bioskop
MALAYSIA : panggung wayang (jauh ah)

INDONESIA : rumah sakit jiwa
MALAYSIA : gubuk gila (kayaknya gubuknya gak gila)

INDONESIA : dokter ahli jiwa
MALAYSIA : Dokter gila (wah ini yg gila pasien apa dokternya ya)

INDONESIA : narkoba
MALAYSIA : dadah (bye…bye.. mmmuuuuahhh. ..)

INDONESIA : pintu darurat
MALAYSIA : Pintu kecemasan (sebaiknya tetap tenang)

INDONESIA : hantu Pocong
MALAYSIA : hantu Bungkus (hah..? jadi gak serem ya)

Sumber dari :

Ericafenty’s Blog

Selasa, 17 Februari 2009

Wibawa Guru di Era Kesemrawutan Global

Kehidupan kita saat ini masuk dalam era kesemrawut global. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah masuk hingga pelosok melalui informasi dan komunikasi global, tak mampu ditambat. Dunia semakin sempit dan pendek sehingga kita bisa menjangkau dengan mudah dan cepat tanpa batas.
Ciri-ciri kesemrawutan global adalah kita kehilangan batas, terbukanya sekat sehingga tak ada perbedaan ruang. Terbukanya batas antara mana yang dihormati dan tidak. Guru dan siswa seperti sesama kawan. Dan yang paling parah adalah kewibawaan dianggap sebagai alat pendidikan yang bersifat negatif. Kewibawaan hanya dimiliki oleh pejabat atau penguasa saja. Banyak guru berwibawa dikaitkan dengan kelebihan fisik/harta dan sebagainya.
Tanda-tanda yang menyertai kesemrawutan adalah ketidakpastian (kepastian berubahnya sesuatu dan perubahan tidak dapat diramalkan), argumentasi/ pembantahan silat kata sebagai pembenaran mkeputusan. Ketidaktaatan pada orang yang lebih tua. Siswa tak patuh guru, istri tak tunduk pada suami, suami tidak mengasihi istri, mencari-cari persoalan, hamba uang, hamba jabatan, gila hormat.
Akibatnya banyak anak yang melawan/ tidak hormat orang tua jika orang tuanya miskin (tak berwibawa ?), banyak siswa yang melecehkan guru yang memiliki kelemahan fisik (tak berwibawa ?). Tidak memiliki figur yang pasti, kehilangan identitas pribadinya.
Dalam Bahasa Belanda Gezag, Wibawa adalah kelebihan seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain. Kewibawaan ini muncul dari kelebihan fisik (badan besar, muka seram, suara keras, gagah, berotot), kelebihan harta, kelebihan usia, kelebihan keturunan (keturunan bangsawan/terhormat), kelebihan intelegensi (pintar cerdas), kelebihan pengetahuan (serba tahu).
Sebaliknya Guru Tidak Berwibawa jika memiliki pengetahuan rendah/sedikit/sempit/sok tahu, emosional (pemarah, mahal senyum), tidak cocok antara omongan dan perbuatan, tidak mampu menjelaskan secara rasional, kurang tegas/ kurang konsisten, kurang menghargai siswa dan over acting.
Lemahnya wibawa guru ini didukung oleh sifat siswa pada saat ini yang menghendaki kebebasan, ingin serba cepat/ serba selesai/ dinamis. Siswa sekarang juga lebih kritis/rasional/pakai otak. Mereka lebih menghargai pengetahuan/teknologi dan intelegensi. Bisa jadi siswa lebih dulu tahu, melalui internet. Akibatnya mereka/siswa melakukan coba-coba dari apa yang pernah dilihat, dibaca dan didengar dari media komunikasi global. Tampak juga sifat internasionalnya dengan fasion, food, fun dan sebagainya. Cobalah bertanya kepada siswa kelas tiga SMA, ”Apa cita-citamu setelah SMA ?” Tak banyak yang menemukan jawaban pasti. Ini salah satu akibat hidup di dunia maya, mengikuti perkembangan umurnya. Tidak pasti.
Apakah masih diperlukan kewibawaan guru ?
Berkembangnya Teori Kebebasan menyebabkan terjadinya krisis kewibawaan. Hilangnya kewibawaan akan menyebabkan anak-anak tidak menghormati dan mendengar saran-saran dari pendidiknya. Ya, seburuk apapun kata orang, guru memang harus berwibawa. Pendeknya anak didik/siswa memang masih memerlukan panutan/ contoh.
Dalam menghadapi generasi muda sekarang, siswa harus mengakui adanya kewibawaan pada guru/pendidik (dating dari dalam), tanpa dipaksa untuk menerimanya. Kewibawaan bukan alat pendidikan yang negatif dan menekan kebebasan. Oleh karena itu guru memang harus berwibawa. Karena kewibawaan identik dengan menghormati/ mentakjubi/ menghargai/ mengagumi dan sebagainya.

AMANAH ANAK-ANAK SHOLEKHAH


Pertama Risky Merita Novel, kelahiran Kupang, 2 November 1991, sekarang kelas 3 SMAN 1 Blitar. Pembawa  Bendera Merah Putih dalam HUT RI, di Kab/Kota Blitar Tahun 2008. Menjadi Diajeng Favorit Kota Blitar 2008.

Kedua Luise Suada, kelahiran Kupang 17 Juni 1994, sekarang kelas 3 SMPN 3 Blitar. Waktu di SD, meski pindahan dari Kupang di kelas V menjadi Juara Lomba Nyinden Tingkat SD di kecamatan Sananwetan.

Ketiga Siwi Putri Oktavia,  kelahiran Blitar, 18 Oktober 2001, sekarang kelas 1 di MI Hidayatullah Kota Blitar. Kemarin dapat peringkat 2. Katanya yang peringkat 1 suka suka nyontek miliknyatapi nggak papa amal.

JADILAH GURU YANG BAIK ATAU TIDAK SAMA SEKALI

Meski guru ngaji (ngarang biji) tapi sering diturokne ning hotel berbintang ...
Dalam setiap seminar atau forum saya kampanye "Be a Good Teacher or Never", stiker itu sengaja tak tempel di belakang kaca mobil. Nggo mengingatkan nek pas sing ning mburi adalah seorang guru..
Ada satu guru menghamili siswanya, terdengar seluruh Idonesia. Ada seorang guru dicegat oleh beberapa siswaya yang membawa clurit, kemudian guru itu pintar main silat, akhirnya ada siswa yang kena bacok. Besoknya di koran muncul berita "Guru Mbacok Muridnya". Profesi guru yang sekarang gajinya menjanjikan membuat orang yang keblasuk menjadi guru gadungan, karena menganggap guru adalah pekerjaan seperti lainnya. Akibatnya banyak oknum guru sing kurang ajar, misalnya oknum guru mesum dengan muridnya. Maka profesi guru harus dijaga, nek ono guru sing ora nggowo rohnya guru, kon metu, nek nesu kon nemoni aku. Tak tuturane ... Nek ngamuk tak tinggal lungo mancing.

Salam Guru .... Calon penghuni Sorga

MANCING PATHUK LAUT BLITAR SELATAN


Melestarikan laut Blitar Selatan memang perlu. Karena ikannya pada tahun 2004 tak pancingi isih okeh koyo iku lan gede-gede (10 Kg) di Pathuk Lesung. Tapi bar 2004, blas mancing angel kakean potas sing nyebari sing silem ning laut. Sopo wonge sing duwe akses pemeliharaan lingkungan, biota laut mbok ngendangi Blitar ben nggak entek iwake, ben aku seneng.

Mancing di situ harus tahu perhitungan, karena malam hari harus waspada terhadap gelombang yangbakal mengintai dari kejauhan. Hobby semacam ini sudah menelan banyak korban. Gambar ombak di atas berada di Pathuk Lesung depan Pantai Serang Blitar.

Gambar ikan yang satunya sebesar 11,2 Kg dari Segoro Alas Serang Blitar tahun 2008.

LIHATLAH ORANG-ORANG INI

Jika anda masih kurang bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah kepadamu, lihatlah orang-orang ini, yang antri dengan penuh resiko, kematian dan sebagainya hanya untuk mengantri beberapa ribu rupiah saja.

Sabtu, 14 Februari 2009

Guru Membawa Misi Kenabian

Menjadi guru bukanlah cita-cita, tetapi jalan yang diberikan Allah memang tepat buat saya. Karena menjadi guru sama saja menjadi calon penghuni sorga.
Guru memegang misi kenabian. Karena guru memiliki murid/umat yang banyak, umat itu diharap akan menjadi orang yang berguna. Menjadikan umat yang baik tidaklah mudah. Beratnya tentu setimpal dengan imbalan yang diberikan.
Budi Spoil itu tren di kelas 2b1, karena saat itu kondisi hidup dan harapan memang spoil. Bagai tubuh saya seperti spoil (sel-sel yang rusak).
Tentu kondisi itu berubah juga. Sekarang sudah terjangkau apa yang sebagian diharapkan. Saya bersyukur dengan kondisi sekarang. Yaitu menjadi guru profesional. Profesional karena saya telah mendapat sertifikat profesi, dengan gaji golongan IV/a dan tambahan tunjangan profesi sebesar gaji pokok.
Budi Spoil, dalam sepak terjang kehidupan banyak yang dilalui. Sejak senghsara di SMA, karena harus menjadi anak asuhnya Pak Tarto, guru nggambar SMP 1 Blitar, ternyata banyak memperoleh tempaan banyak ilmu. Setelah lulus pun berbeda dengan teman Delima yang lain. Bisanya hanya mencari ikatan dinas. Ketemu Ikhsanul Habib, di Pos dan Giro dalam 10 besar, akhirnya gugur dan Habib katut ke Bandung, meski gugur juga karena buta warna.
Tahun itu juga saya harus kerja di Solo, akhirnya bisa kuliah di UNS. Saat di Solo memanfaatkan waktu aktif di Jurnalistik dan sebagainya. Banyak yang ditempa dan banyak yang diserap dan bermanfaat hingga sekarang. Kecerdasan dalam menetapkan pilihan. Termasuk memilih istri sing akhire podo pegawai negeri .. ha.. ha.. haa..
Makanya berdoa, beramal dan berbakti pada orang tua menjadi ukuran keberhasilan dalam berdoa. Jika punya rejeki banyak, jangan anggap pemberian tapi titipan, makanya pakai amal sebagian, agar langgeng. Tanyakan Pak Suyono Karangtengah (Agung PS) atau Pak Siswoyo Jatinom (Raja Perunggasan Indonesia). Hartanya langgeng ke anak cucu karena harta yang barokah. Sebagian diamalkan agar hartanya amanah.
Siapa yang mau demikian insya Allah amanah.

Minggu, 01 Februari 2009

OTONOMI SEKOLAH


OTONOMI SEKOLAH
Bukan Sak Karepe Dhewe

ERA otonomi daerah dan otonomi pendidikan yang sekarang sedang gencar dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah telah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurusi segala sesuatu tentang pendidikan di daerahnya masing-masing di seluruh Indonesia. Hal itu telah tertera dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999. Kewenangan penuh tersebut dirumuskan dalam pasal 7 ayat 1; ''Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, keadilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.''
Pada era otonomi tersebut kualitas pendidikan akan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Ketika pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerah bersangkutan akan maju. Sebaliknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated, tidak akan pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang.
Dalam otonomi sekolah nanti peran masyarakat yang sebelumnya termarjinalkan, akan memperoleh kepercayaan dalam mengatur untuk bisa berperan dalam pemberdayaan dan pengelolaan pendidikan. Tidak hanya sekedar sebagai penyumbang atau dana penambah bagi sekolah tetapi terlembagakan dalam Komite Sekolah. Dengan kata lain ketidakseimbangan dan ketimpangan antara hak dan kewajiban anggota Komite (yang terdiri dari masyarakat yang merupakan kumpulan para wali/ orang tua siswa) dalam manejemen sekolah harus ditiadakan. Karena sebelumnya (BP3) telah dijadikan lembaga yang seharusnya mewadahi partisipasi masyarakat menjadi lembaga yang tidak ada fungsinya (disfunction). Maka ketika otonomisasi digalakkan sudah saatnya masyarakat (orang tua) diikutsertakan dalam pengambilan keputusan di sekolah dalam berbagai hal. Tapi, tidak hanya sekedar sebagai formalitas belaka, yang artinya, orang tua ketika diikutsertakan dalam musyawarah dengan pihak sekolah tidak hanya sebagai objek atau hanya sebagai pendengar saja, melainkan harus benar-benar dilibatkan secara langsung.
Di SMA Negeri 1 Kesamben sejak diberlakukannya Undang-undang otonomi daerah sudah melakukan pola-pola otonomisasi. Pembentukan Komite Sekolah yang melibatkan tokoh masyarakat, kepala desa, tokoh pendidikan, LSM dan sebagainya sudah terbentuk. Mereka yang telah ditunjuk dan diangkat oleh kepala sekolah diharapkan berpartisipasi aktif dan melakukan perubahan/ perbaikan kea arah yang lebih baik dan maju. Namun dirasakan peran komite sekolah tetap tidak jauh berbeda dengan BP3 yang hanya berperan sebagai penyumbang dana untuk membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Forum Komunikasi (FK) adalah salah satu bentuk kegiatan strategis dalam menampung dasar-dasar penyampaian aspirasi yang selanjutnya dijadikan bahan pertimbangan oleh Komite Sekolah. Rapat awal tahun ajaran juga menjadi bahan masukan penting dalam melakukan penyusunan program tahunan. Ini merupakan awal kegiatan dalam melakukan perubahan pola piker dari BP3 menjadi komite. Janganlah asal ikut-ikutan membentuk komite, namun diakui setengah hati dalam pelaksanaan pengembangan sekolah. Atau sebaliknya anggota komite tak mau susah payah, bajunya saja tampak komite, dalamnya tetap BP3.
Pada Ujian Akhir kelas III kemarin sebagian sudah menggunakan pola-pola Otonomi sekolah. Dimana sekolah melakukan pengaturan dalam pelaksanaan Ujian Sekolah secara mandiri. Misalnya SMA Pemuda dan SMA Islam Hasanuddin yang termasuk dalam satu kelompok penyelenggara ujian atau Sub rayon, juga melakukan pengaturan sendiri baik dalam penyediaan soal ujian, pengoreksian dan penilaian. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang masih menggabung SMA Negeri 1 Kesamben dalam pelaksanaan ujian sekolah. Sedangkan SMAN 1 Kesamben juga tergabung dalam MGMP SMA Kabupaten Blitar.
Evaluasi pelaksanaan Ujian Lokal yang sekarang diistilahkan Ujian Sekolah, yang notabenenya dikelola secara otonomi sekolah, mendapat penilaian lebih buruk disbanding sebelumnya. Ujian sekolah atau apa saja yang menjadi hajat sekolah itu urusan Negara bukan urusan perorangan. Oleh karena itu keseriusan dalam melakukan harus tetap dijaga. Kenapa demikian ? Karena dalam koreksi yang dilakukan secara otonomi itu tidak menggunakan kode. Apakah ini dikatakan lebih baik dan serius dalam penanganan masalah Negara di era otonomi ? Masih banyak lagi persoalan yang menurut orang tertentu tidak penting, namun kalau ada masalah pasti menjadi masalah besar dan menyangkut nama baik sekolah.
Pemberian dan berlakunya otonomi pendidikan nanti memiliki nilai strategis bagi sekolah untuk berkompetisi dalam upaya membangun dan memajukan sekolah. Terutama yang berkaitan langsung dengan sumber daya manusia (guru, pegawai, siswa) dan Komite Sekolah. Meski demikian tetap akan dilakukan jaringan kerjasama antar sekolah. Misalnya MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dan sebagainya.
Oleh karena itu strategi yang harus dilakukan sekolah adalah bagaimana menampung aspirasi semua komponen, bagaimana baiknya, itu diperlukan koordinasi, jangan dikerjakan sendiri, dan seakan yang lain tidak tahu apa-apa, walaupun semua beres dalam pekerjaan. Kebersamaan dalam bersaing dengan sekolah lain menuju prestasi sekolah yang lebih maju harus tetap ditingkatkan dengan mengembangkan potensi guru dan siswa secara optimal, bukan persaingan di dalam kandang SMA Negeri 1 Kesamben. (Budi Elyas)
Pasca Lulusan dan Reuni 
ADA yang gembira, ada yang sedih dan ada yang terharu pasti setelah menerima hasil lulusan. Yang jelas semua telah berusaha maksimal. Saat-saat tegang telah lewat sementara. Semua siswa telah bekerja keras dalam menghadapi perlakuan pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. 
Selamat dan sukses dalam mencapai tahap awal ujian, yaitu ujian nasional. Setelah itu akan banyak ujian yang akan menghadang, sebagaimana yang dihadapi bangsa ini. Karena saat ini bangsa kita telah dihadapkan pada berbagai macam ujian nasional lainnya. Kemiskinan, pengangguran, krisis moral, kerusakan lingkungan, antrean panjang menerima BLT, serta ujian dalam menghadapi berbagai penjajahan global. Penggunaan teknologi informasi yang menjerat dengan rusaknya moral multidimensi. Banyak petani yang enggan bertani karena bangsa ini lebih senang mengkonsumsi buah buatan luar negeri dibanding buah sendiri. 
Ujian nasional sebenarnya bukanlah hal yang luar biasa. Yang luar biasa justru setelahnya, pasca ini bisa apa. Demikian juga teman-teman lulusan SMA pada umumnya. Tantangan yang perlu dihadapi adalah kehidupan masa depan yang berubah cepat, tidak pasti, tidak jelas. Karena ujian nasional yang kompetensi diukur kognitifnya melalui format ujian paling dangkal dengan pilihan ganda. Ingat survei lembaga internasional menunjukkan bahwa hanya 1 dari 7 pelajar Indonesia yang mampu menunjukkan kompetensi higher order of thinking seperti problem solving. Sementara di negara yang ketinggalan jauh pada era sebelumnya seperti Finlandia 1 di antara 5 pelajar. 
Di Jepang pernah dilakukan penelitian melalui alumni beberapa sekolah. Semua siswa di sekolah dikelompokkan menjadi 3 (heigher, midler dan lower). Heigher adalah kelompok siswa yang nilainya di atas, atau kelompok siswa pintar. Kelompok Midler adalah mereka yang berada di peringkat tengah dan cenderung labil prestasinya. Sedangkan Lower berada di peringkat bawah. 
Setelah 20 tahun peneliti melakukan survei kepada alumni tentang pekerjaan dan penghidupan yang ditekuni. Ternyata antara prestasi waktu di sekolah dengan pekerjaan yang ditekuni setelah 20 tahun menunjukkan korelasi positif. Yang kelompok midler selalu berubah-ubah bidang pekerjaanya. Bahkan menunjukkan banyak pengusaha sukses dari kelompok ini. Kelompok higher juga demikian menunjukkan kemampuan yang tetap di atas dalam bidangnya. Meskipun tak sedikit yang menjadi anak buah dari kelompok midler, tetapi sebagai seorang ahli. Sedangkan kelompok terakhir lower menunjukkan spekulatif yang luar biasa. Ada yang menduduki posisi pengusaha sukses, dan tak sedikit yang sebagai pekerja dengan gaji rendah, tapi lower adalah pekerja yang baik, setia dan loyal pada pimpinan.
Waktu SMA, saya memiliki 3 teman yang duduk di dekat bangku saya. Mereka memiliki cara yang berbeda-beda cara belajarnya. Yang pertama Eban. Dia mampu membeli semua buku dan fasilitas sekolah tapi tak begitu pintar dalam pelajaran. Kedua Gandung. Dia tak pernah membawa buku kecuali sebuah buku tulis yang selalu diselipkan di kantong saku belakang celana. Meski demikian dia tergolong anak yang cerdas. Yang ketiga Bondan. Bondan adalah anak yang rajin tapi agak pelit bagi-bagi jawaban, sehingga kadang kertas jawabannya direbut paksa Eban. Suatu musibah jika buku catatannya hilang dicuri Gandung menjelang ujian. Satu hal buruk yang dimiliki mereka adalah mereka sering membuat saya pusing karena sering kentut di kelas.
Pada suatu ulangan, ketiga orang ini saling bekerja sama tetapi kadang saling menjatuhkan. Gandung selalu cepat menjawab pertanyaan, tapi kadang ditolak Bondan kebenarannya sehingga membuat Eban bimbang mana yang benar. Karena Eban termasuk dedel sering menggantungkan dari kedua temannya itu. Eban, meski tak begitu pintar di kelas kini menjadi dokter. Bondan kini menjadi manager suatu perusahaan. Sedangkan Gandung yang kurang beruntung, meskipun lulusan UGM. 
Ternyata keberuntungan dan nasib di Indonesia masih menjadi harapan banyak orang dalam menemukan kehidupan. Tak selamanya ketekunan, dan kepintaran saat di kelas menjamin masa depan. Itulah kebesaran Illahi yang sulit kita prediksi. Semua sudah diatur yang kuasa 
Suatu ketika kami berempat dalam reuni. Gandung yang kini sakit-sakitan tak mau cek ke dokter Eban, karena waktu SMA selalu nyontek Gandung. Bondan yang dulu pelit kini sering membantu Gandung. Kami saling bernostalgia/ bincang mengenang masa lalu yang sulit kita lupakan. Saat-saat seperti itulah kita bisa introspeksi. Reuni adalah saat indah mengenang masa lalu. Tetap membutuhkan adanya pertemuan setelah lulusan, tetap butuh adanya jalinan komunikasi. 
Ketika sudah agak lama berbincang, rasanya ada yang terulang kekonyolan seperti saat di kelas dulu. Ada bau tak sedap lewat. Gandung yang ingat kebiasaan di SMA, langsung nuduh Eban yang jadi tumbal. Saling tuduh seperti waktu di sekolah terjadi. 
”Dulu dengan sekarang nggak jauh beda. Namanya kentut tetap barang busuk, mbok ditutup-tutupi panggah bau busuk”, kata Eban menunjuk Bondan yang tetap tertawa cekakaan. Suasana pun berubah. (Budi Elyas)