Sabtu, 31 Januari 2009

Belajar dari Ampelgading

Belajar dari Ampelgading
Budi Elyas

Pada awal tahun 2006, anggota Dewan Pendidikan diguncang masalah. Dua anggota Dewan Pendidikan disinyalir menerima amplop, bahkan menerima upeti sebesar 5 juta rupiah dari SDN Amplegading 1 Selorejo. Surat dari elemen masyarakat, LSM bahkan Forum Komunikasi Guru Pro

Reformasi (FKGR) masuk ke pihak Eksekutif maupun Legislatif Kabupaten Blitar. Di setiap sidang Dewan Pendidikan menjadi gerah gara-gara ulah mereka. Akibat itu pun Bupati dan Legislatif ogah-ogahan menerima pertemuan dengan Dewan Pendidikan. Demikian juga Dinas Pendidikan saat itu ikut terhanyut persoalan tersebut.

Datangnya surat tembusan yang berasal dari LSM dan Forum Komunikasi Guru Pro Reformasi (FKGR) Nomor 04/FKG/II/2006 tanggal 23 Februari 2006, akhirnya Dewan Pendidikan mengundang pihak-pihak yang terkait dalam Forum Silaturrahim dengan Dewan Pendidikan. Beberapa unsur yang dimaksud antara lain Forum Guru Pro Reformasi, Kepala SDN Ampelgading 1, Kepala Cabang Dinas P dan K Kecamatan Selorejo, LSM dan Komite Sekolah.
Dalam surat itu menyebutkan bahwa anggota Dewan Pendidikan Kabupaten menerima upeti sebear 5 juta bahkan dengan ancaman akan ditindaklanjuti melalui jalur hukum. Dalam forum tersebut disebutkan pula tercantum bukti pernah ada kunjungan di Amplegading 1 oleh oknum A bersama oknum B dari Dewan Pendidikan, yang tertera di buku tamu menyatakan ”mohon teman yang kami sampaikan lewat lembar tersendiri agar bisa ditindaklanjuti demi pebaikan sekolah ini”. Oknum B yang memang berlatar belakang hukum ini disebut juga dalam surat, ”Bersdasarkan fakta-fakta (temuan di lapangan) FKGR kecewa, untuk itu oknum-oknum yang disebut harus dikeluarkan dari Dewan Pendidikan atau Dewan Pendidikan dibubarkan”.
Surat tembusan yang dikirim kemana-mana itu sempat membuat Dewan Pendidikan saling su’udhon antar sesama anggota Dewan Pendidikan. Padahal Dewan Pendidikan mengharamkan terima amplop dari sekolah.
Dengan pesan pertama yang tertera di buku tamu tersebut, ternyata FKGR memaknai bahwa oknum A dan oknum B sepakat menerima uang 5 juta tersebut, sebagaimana yang tertulis di buku tamu SDN Ampelgading 1 itu akhirnya melanglang ke mana-mana.
Pernyataan pertama yang memancing emosi itu dalam forum dijelaskan oleh oknum A, ”Mari kita belajar membaca bersama. Saya bawa dua kopy tulisan yang ada di buku tamu dan satunya yang ada di laporan Dewan Pendidikan dengan bukti terlampir. Tertulis, mohon ada perhatian terhadap temuan yang kami temukan lewat lembar terpisah. Bukan TEMAN tapi TEMUAN. Dalam lampiran temuan itu juga bukan menyebut nama orang, tapi isinya kayu, reng, usuk dan sebagainya. Sak bodo-bodone wong, ngongkon lewat pesan minta uang kok di tulis di buku tamu. Sedangkan buku tamu itu porsinya untuk umum, kan ya ketahuan orang lain”, sangkal oknum A.
Forum Silaturrahim itupun akhirnya lengang, meski akhirnya ada dialog yang cukup panas. Yang jelas tidak ada penerimaan uang 5 juta oleh kedua oknum tersebut, namun sayangnya menurut bendahara sekolah itu, uang telah keluar dari SDN Ampelgading 1. Siapa yang menerima ? Wallahu a’lam.
Kesimpulan dan kesepakatan musyawarah Dewan Pendidikan berkaitan dengan kasus SDN Ampelgading 1 Kecamatan Selorejo hari Kamis tanggal 16 Maret 2006 di Aula Dinas P & K Kabupaten Blitar, sebagai berikut:
1. Surat Forum Komunitas Guru Pro Reformasi (FKGR) Kabupaten Blitar Nomor: 04/FKG/II/2006 tanggal 23 Februari 2006 tentang pengaduan yang menyebut nama oknum Dewan Pendidikan Kabupaten Blitar dalam kasus SDN Ampelgading 1, akibat kesalahan membaca kata temuan dibaca teman pada kalimat ”Mohon ada perhatian terhadap temuan yang kami sampaikan lewat tertulis yang kami sampaikan terpisah” yang tertulis di buku tamu. Pihak-pihak terkait telah bersepakat bahwa penyelesaian persoalan tersebut diambil kesepakatan damai.
2. Terhadap pengaduan yang ditujukan kepada aknum Dewan Pendidikan Kabupaten Blitar, pada musyawarah hari Kamis tanggal 16 Maret 2006 di aula Dinas P & K Kabupaten Blitar, pihak-pihak telah bersepakat bahwa persoalan dimaksud telah selesai.
3. Forum Komunitas Guru Pro Reformasi (FKGR) Kabupaten Blitar bertanggung jawab atas isi surat Nomor: 04/FKG/II/2006 tanggal 23 Februari 2006 tentang pengaduan yang menyebut nama oknum Dewan Pendidikan Kabupaten Blitar dalam kasus SDN Ampelgading 1, yang ditujukan kepada pihak-pihak yang telah menerima surat atau tembusan dalam rangka pemulihan nama baik atas oknum yang dituduhkan dalam surat dimaksud.
4. Menyarankan kepada seluruh anggota FKGR, dalam pengambilan tindakan hendaknya dikonfirmasikan terlebih dulu kepada pihak-pihak terkait.
5. Musyawarah ini dihadiri oleh Pengurus Harian Dewan Pendidikan, Ketua Forum Komunitas Guru Pro Reformasi beserta anggota 30-an orang, Kepala Cabang Dinas P & K Kecamatan Selorejo, Kepala SDN Amplelgading 1, Ketua LSM Amanat Pelindung Rakyat Kesamben dan Komite.
6. Musyawarah yang diselenggarakan atas undangan Dewan Pendidikan diakhiri dengan berjabatan tangan dan saling memaafkan.
7. Apabila dalam penulisan kesepakatan terjadi kekeliruan di kemudian hari akan diselesaikan secara musyawarah mufakat.
Kesepakatan ini ditandatangani oleh Ketua Dewan Pendidikan, Ketua FKGR dan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Selorejo dan dikirim ke pihak terkait serta pihak Eksekutif dan Legislatif.
Asmadi, Kepala Cabang Dinas Kecamatan Selorejo menjelaskan bahwa sebelum Mukaji menjadi Kepala SDN Ampelgading 1 sementara dirangkap Kasno dari Ampelgading 2. Stelah Mukaji bertugas di SDN Ampelgading 1 proyek rehab gedung dilanjutkan oleh Mukaji dan memang benar mendengar ada permintaan dana seperti itu. Namun Asmadi mengharap hati-hati terhadap maksud pemberian upeti tersebut.
Persoalan tersebut telah mengundang keprihatinan luar biasa, terutama pihak anggota Dewan Pendidikan. Padahal komitmen Dewan Pendidikan untuk menolak amplop dari sekolah yang dikunjungi dalam monitoring cukup kencang. Bahkan dalam forum-forum pertemuan Dewan Pendidikan selalu mengedepankan komitmen ini. Namun dengan penjelasan dalam forum ini menjadi jelas bahwa kesalahan baca oleh FKGR sebagai biang utama persoalan dan telah mendapat pencerahan dari berbagai pihak.
Banyak pengalaman yang dialami oleh Dewan Pendidikan dalam setiap melakukan monitoring di sekolah. Ada yang sengaja nututi anggota Dewan Pendidikan ketika hendak pamit dan nyalami dengan amplop, tapi ditolak. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah amplop yang ditolak tadi dikembalikan kepada bendahara atau tidak. Soalnya ditemukan dalam monitoring BOS ada SPJ untuk transport Dewan Pendidikan. Kesan yang sama diterima oleh semua anggota Dewan Pendidikan.
Kejadian ini akibat tradisi nyangoni kepada setiap Tim Monitoring yang berkunjung atau pejabat. Bambang Suntoro, Kepala Dinas Pendidikan saat itu, dalam pertemuan segitiga (Dewan Pendidikan, Dinas Pendidikan dan Depag) mengaku pernah mendapat perlakuan disangoni juga. Berbagai cara dilakukan untuk menyampaikan amplop. Ada yang terang-terangan tanda tangan SPJ, ada yang diselipkan ketika pamit bersalaman, ada yang diselipkan di map yang berisi surat tugas, dan sebagainya. Bahkan Drs. H. Asrukin Mashuri, Ketua Dewan Pendidikan sendiri pernah diburu hingga di kendaraan ketika berpamitan.
”Nek butuh sangu njaluko aku wae, isine amplop ora sepiro, ning sorgane iso ucul”, komentar H. Marmin Siswoyo, wakil ketua Dewan Pendidikan.
Kejadian yang sama juga terjadi ketika Dewan Pendidikan mendapat tugas survey lapangan bagi calon penerima bantuan, Rehab SD/MI misalnya. Dewan Pendidikan dikirimi amplop berisi uang jutaan rupiah oleh beberapa kepala sekolah calon penerima bantuan. Namun akhirnya dikembalikan dan dirapatkan kepada seluruh yang urunan tadi.
Marilah kita sejenak merenungkan kondisi pendidikan kita. Komitmen mengharamkan terima amplop seperti ini disuarakan keras oleh Dewan Pendidikan. Mohon dukungan serius dalam persoalan ini.
Dewan Pendidikan melalui surat aduan, telepon atau Talkshow Dewan Pendidikan di radio Mayangkara, selalu berisi laporan tentang kurang transparan dan demokratisnya kepala sekolah dalam managemen sekolah, kurang transparan dalam pengelolaan dana BOS dan sebagainya. Pendeknya dari laporan masyarakat itu masih banyak sekolah yang melakukan penyimpangan penggunaan dana-dana bantuan.
Semua sekolah membutuhkan banyak dana untuk pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan, sedangkan untuk memperoleh dana kadang harus menguras keringat orang tua dan masyarakat. Hindarkan dari niat dan perbuatan yang tidak terpuji. Bawalah pulang uang-uang yang bersih untuk keluarga dan anak istri, agar kelak anak-anak kita menjadi anak yang soleh dan solehah. Agar negara ini terhindar dari bencana.
Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasiq (QS 5:49).
Dengan pesan Allah ini beranikah kita mengakui bahwa musibah yang sering terjadi di Indonesia lantaran dosa (kolektif) kita yang demikian parah ? Negeri ini dikenal terkorup di Asia dan bahkan negara ini nomor dua sebagai sorga pornografi. Beranikan kita mengakui sebagai orang fasiq yang senantiasa melakukan perbuatan maksiat dan meninggalkan perintah Allah.
Kami merindukan masa depan anak-anak kami tanpa akibat dosa yang kita perbuat. Janganlah orang yang jujur malah dikatakan berkhianat bahkan dipecat. Beranikah kita mengorbankan jabatan jika jabatan tersebut membuat kita jauh dari Allah, karena sulit menolak untuk korupsi. Agar semua keberanian itu bukan hanya mimpi, tapi menjadi kenyataan bahwa kita akan keluar dari berbagai krisis dan menjadi pemenang dunia.
Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rejeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya (QS 65: 2-4). Amin.

Budi Elyas, Anggota Dewan Pendidikan

Tidak ada komentar: