Rabu, 15 Juli 2009

Pesta Kepala Ikan

Cerpen : Budi Elyas
Hari Minggu tampaknya tak ada agenda yang pasti. Biasa istri dan anak-anak bangun agak molor. Saya masih ingat kepala ikan kakap hasil pancinganku tempo hari masih tersimpan di dalam kulkas. Belum sempat untuk memasaknya. Padahal teman-teman mancingku sudah menagih, kapan dimasak, kapan makan bersama dengan kepala ikan yang sebesar kepala kambing itu.
Kami buka freezer dalam kulkas yang bersisi tongkol dalam kotak yang biasa dipakai umpan mancing dan kepala ikan yang sudah terbungkus es. Saya tarik agak kasar karena sudah menyatu dengan dinding freezer. Tampaknya masih bagus kondisinya. Mau dibakar atau digoreng. Kalau dibakar perlu api yang besar, kalau digoreng juga perlu dipotong-potong lebih dulu, tapi jadinya nggak nikmat, kata teman saya. Yang gampang direbus saja terus dikuah santan terus agak pedas dan dikasih asam yang banyak. Biarkan utuh saja, pake panci yang besar biar muat utuh kepala itu.
"Tumben Babe masak pagi-pagi", tanya anak saya yang sudah ngutek hapenya dalam kamar.
"Nanti ada teman datang, dari Malang", jawabku tanpa melihat dia sudah masuk dalam kamar mandi.
"Teman dari FB ya, Pak..!"
"Ya, .... tapi ....", saya berhenti bicara karena suara kran air mengalir tak mampu mengalahkan pendengaran anak saya dalam kamar mandi.
Ikan, eh kepala ikan sudah hampir hilang bungkus esnya, saya rendam air dulu agar nanti masaknya lebih cepat. Untuk menunggu dingin esnya, saya mencari bumbu-bumbu dalam lemari yang biasa dipake nyimpan. Soalnya istri saya jarang memasak, soalnya memang lebih praktis beli jadi di Mok Bari di jalan Kalimantan. Pasti lezat, meski agak mahal. Lombok masih ada, bawang putih cukup, oohhh... asam harus beli dulu ke kios seberang jalan. Harus keluar rumah, cuci muka dulu yaaa...
"Be.. aqua habis...!" suara tiba-tiba muncul. Eh, Kiky anak pertama saya yang nunggu hari berangkat kuliah, katanya 24 Agustus baru masuk. Katanya pula harus ikut membina Paskibra, 17-an di kota Blitar karena dia sebagai seniornya. Paling ya pingin reuni aja dengan seniornya.
"Ya, nanti beli di Mbak Wid depan situ aja dekat", kataku.
"Lho, punya isi ulang sendiri kok beli to, Pak ?"
"Iya isi ulang yang di alun-alun itu sudah tak pindah ke jalan Pandan, soalnya yang punya tempat rodo kenyih..!"
"Di rumah Mbah ?"
"Ya, biar aja di sana meski hasilnya kecil, lama-lama ya banyak juga langganannya".
Luis anak kedua sudah keluar, gantian kakaknya masuk. Dua anak perempuan memang biasa lomba lama-lamaan di dalam kamar mandi. Makanya kulitnya sampe puuutihh. Nggak nurun dari bapaknya, coklat dikit item banyak.
"Mas Dian yang nanti datang dari Malang. Mas Dian juga gabung juga dalam FB di Kamikaze Fishing, saya ikut-ikutan gabung tapi gak mampu gabung mancing bareng. Soalnya biaya mahal. Katanya, Mas Dian ada rencana mancing bareng di Jember", kata saya, ketika istri saya sudah keluar dari kamar. Tapi diam saja, melihat saya agak aneh, tumben masak pagi-pagi, padahal biasanya molor lebih lama. Eh, tidak ding, malah nggak bobok di rumah, wong biasa malam Minggu mancing semalam, pagi baru pulang.
Anak ragil saya, Via menyusul dan masih malas, tapi langsung pencet teve, nonton spongebop. Bobokan lagi di depan teve. Biasanya, kalau pas malam ada acara mancing, si ragil Via yang harus minta dicium. Soalnya boboknya susah kalau nggak dipeluk bapaknya. Maknya kalau dengan motor datang, dia langsung nongol. Kadang bercanda, "Nah, ikannya besar pake kacamata, ganteng....Ma".
Setelah selesai membuat santan dan memeras asam yang telah direndam air dalam panci, tinggal kita tunggu sampe masak. Kepala ikan yang sudah direbus ditus di atas erok-erok. Emmm, baunya sudah terasa. Namun anak-anak saya tak biasa makan ikan hasil masakan saya, katanya gilo. Tapi, nyuri-nyuri nithili kalau pas nggak ada saya. Ini pengaruh adanya istilah, masakan ibu tetap melekat di hati dan tidak ada istilah masakan bapak. Biasanya seorang laki-laki tidak banyak yang menyukai masakan istrinya, tapi lebih menyukai masakan ibu kandungnya meski hanya sambal terasi, sayur bening, makannya lebih lahap dan rasanya lebih nikmat. Itu namanya masakan ibu, nggak ada masakan bapak.
"Be, BBnya bunyi....!" Biasa anak-anak mengolok-olok tentang Black Berry lawas, minta saya ganti hp yang bagus biar keren, mosok tetap Nokia tahun 2001 masih setia, katanya. Saya juga ngasih contoh, hp yang penting bisa untuk telepon dan sms. Mau yang ada foto, sudah punya kamera digital, mau yang musiknya ada, ada juga tape, video... Gara-gara itu juga saya kadang dimarah teman. Ditelepon nggak diangkat.... dan sebagainya. Saya alasan pas ngajar, di kelas nggak boleh bawa hp. Padahal sebenarnya pas antri nabung di BCA, karena yang antri juga keren-keren hpnya, hp saya getarkan aja dan tak berani angkat, nggak pede.
"Oh, mas Dian. Jadi kan Mas ?" Pasti katanya, dia teman ketemu di FB kemudian janjian mancing di Serang. Ketemu juga, tapi sayangnya saya nggak dapat ikan, padahal sudah disiapkan kamera segala. Rencana mau mancing di Jember, tepatnya di Pulau Barong. Konon di pulau itu merupakan tempat pembuangan ular Cobra pada masa Jepang dulu. Katanya bisa sebanyak 1 kontainer. Saya mendengar itu agak ngeri juga, mau cari senang meski kadang maut tapi bukan cari mati dicium cobra.
Waktu mancing dia cerita banyak tentang kakaknya di Blitar. Kerja..? bukan dia di LP, karena kasusnya tertangkap di situ. Makanya nanti saya diminta nemani Mas Dian ke situ.
"Saya sebenarnya ingin memanjakan Mas", kata Mas Dian waktu cerita kakaknya, "Sudah sebulan 2 hari ini dia ditahan di situ". Saya juga nggak tanya apa kasusnya, perampokan kah, narkoba kah, pembunuhan kah. Saya takut tersinggung. Semalam mancing hingga tidur berdekatan, sama-sama memegang stik pancing juga nggak cerita banyak tentang kakaknya itu. Ada desah hatinya sehingga tak bisa terucap.
"Baunya.. sedep.. bikin lapar nih", kata Luis yang sudah habis berdandan dari kamar. Rasanya ikan sudah mulai masak, santannya sudah berbuih, usahakan jangan pecah, nanti beda rasanya. Tapi wong ikannya cukup besar, tetap harus lama dan pasti pecah. Memangnya masak sayur, ini daging....coi...
Suara derum mobil dari depan rumah, pasti Mas Dian. Eh... bukan, truk orang kirim pasir di rumah sebelah. Memang lokasi dekat sawah, tanah kapling, ada rumah baru di gang saya yang sempit. Akhirnya halaman rumah jadi tempat muter. Biar sajalah, amal. Bukan amal thok, belum punya duit buat bikin pagar depan. Terus ngapain dikasih pagar, malah kendaraan sendiri susah masuknya. Biarkan aja terbuka luas begitu...
"Mau makan, Mbak...?" tanyaku pada Luis. Tapi dia masih lihat-lihat aja, terus balik arah dan kecewa, soalnya kepala ikannya dimasak utuh. Kayak monster, takut atau gilo. Konon di Semarang ada menu khusus, yaitu kepala ikan disantan pedas, menjadi faforit Padahal ikannya kecil-kecil, Kalau yang ini mantap...!
Hehehe.... sik jumatan Rek ...!

Senin, 13 Juli 2009

Menolong Orang Lain Adalah Rejeki Allah


Pernahkah Anda merasa dipanggil untuk pulang kepada Allah, pernahkah Anda berdoa sambil menangis dan seakan Anda berdialog betul kepada Allah.. ? Padahal kita hanya orang biasa, yang biasa berbuat dosa, biasa meninggalkan perintahnya bahkan melanggar larangannya. Kita juga bukan orang-orang sufi yang seanntiasa mengutamakan kepentingan ukhrowi. Ya...., biasa saja seperti Anda, barangkali.

Namun ada beberapa mutiara di hadapan kita yang sebenarnya kita diminta melihatnya namun mata kita tertutup. Ada beberapa emas yang ada sekitar kita namun kita tak mampu meraihnya. Kebanyak kita hanya menemukan yang tampak jelas dan benar-benar jelas menurut kita. Padahal yang tidak tampak jela sebenarnya tersimpan rahasia Allah yang sebenarnya.

Pernahkah anda senantiasa menyingkirkan barang yang tampak di mata kita barang yang mungkin bisa membahayakan orang lain kemudian kita singkirkan. Atau kita sengaja berjalan dan melihat di sepanjang jalan, barangkali ada barang yang mungkin bisa membahayakan orang kemudian kita pungut dan kita singkirkan. Atau sebaliknya, malah kita memasang perangkap kepada orang lain hanya untuk sekedar mencari gelak tawa. Atau mungkin menyempitkan jalan umum sehingga orang yang lewat merasa kesulitan. Bahkan membuat jendulan polisi tidur di depan rumah, sehingga bisa membahayakan orang yang melewatinya., bahkan memisuhimu. Atau mungkin menggelar pesta nikah dengan menutup jalan raya yang seharusnya miliknya pengguna jalan. Orang yang melihat orang lain berhenti dan menyingkirkan kulit pisang di jalan dikala naik kendaraan mungkin akan tertawa. Apalagi menyingkirkan paku di jalan, yang asti akan membahayakan.

Pengalaman Mati Pertama:

Ketika saya di Kupang, saya biasa memancing di laut dengan sebuah sampan kecil dengan dayung yang hanya muat dua orang pada malam hari. Biasa yang mengajak saya bernama Muhammad Ali Sy Lambeta, dia asli dari Pulau Solor NTT, teman guru di SMA Negeri 2 Kupang. Dialah yang mengajari saya teknik mancing BEREAK, yaitu memancing dengan sampan yang dijangkar dengan kedalam maksimal 10 meter di atas terumbu karang. Kail dengan senar hanya dilempar begitu saja, sambil menuggu menghisap rokok. Sehingga membuat keasyikan tersendiri, karena ikan senantiasa menyambar umpan yang melayang-layang di tengah air.

Pada suatu malam memancing, di tengah agak jauh kami berdua kedatangan angin yang tak begitu kencang. Namun angin itu mampu meniup topi yag dikenakan teman saya tadi, sehingga terlepas dari kepalanya. Sedangkan dalam topi terdapat bungkusan plastik berisi rokok dan korek. Memang rokok menjadi sajian nikmat saat seperti ini. Sehingga begitu topi tertup angin, secara reflek tanganya menyahut bungkusan plastik itu, sehingga membuat perahu sampan itu oleng dan terbalik di tengah laut. Kebetulan kami berdua juga bisa berenang gaya anak kampung. Semua barang habis ditelan ombak. Pancing, ikan, sandal, pisau dan apa saja yang atas perahu hilang. Hanya dayung yang saya pegang. Angin meniup semakin kencang, padahal tali jangkar masih ada di dasar dan perahu terbalik.

Apa yang saya nyanyikan pada saat itu. Malam akan berganti fajar dan fajar akan menerangi dunia, dan akan datang orang yang akan menolongku. Namun berbeda dengan teman saya yang satu itu. Dia menangis, dan tidak mampu berfikir bagaimana mengatasinya. Dia juga tidak berfikir tentang keselamatan saya yang ganteng ini, seorang guru yang dikirim dari Solo dan dibutuhkan oleh Negara untuk mencerdaskan anak-anak NTT yang masih berbau apek itu.

Masih saja dia menangis, dan menangis kepada Allah. Dengan logika saya berfikir, di bawah saya tidak ada ikan hiu, karena ikan hiu sudah habis diburu orang Buton, makanya sudah punah dari laut sekitar ini. Kemudian saya berenang merambat di perahu yang tengkurap tadi.

“Kawan, kita tenggelam ko..?” kataku sambil tertwa dalam hati.

“Oiya, bagaimana kita bisa balik ini perahu agar kita bisa pulang..!” jawabnya.

Akhirnya perau itu berhasil kita balik, namun muatan air penuh sehingga tak mungkin dinaiki. Ketka ditimba dengan telapak tangan gagal terus, karena posisi perahu terjangkar, akan diterpa gelombang dan angin. Digoyang ke samping kiri-kanan tak mengurangi air di dalam perahu. Akhirnya saya ke ujung depan teman saya tadi di belakang, dorong maju mundur akhirnya mengurangi air hingga separohnya. Saya duluan berguling naik ke atas perahu, meski diikuti juga dengan isi ulang air laut. Namun akhirnya berhasil juga naik dua oarng di atas perahu dengan dayung tetap di tangan. Pelan-pelan menimba air dengan telapak tangan. Hingga akhirnya bisa didayung menuju pantai dalam kondisi kedinginan.Pulang jam 4 pagi dalam kondisi basah tanpa hasil apa-apa. Ini adalah mati saya yang pertama.

Pengalaman Mati Kedua:

Kegiatan yang sama namun kondisi sendirian dan tenggelam di tengah laut, bukan karena angin tapi ditabrak kapal Cakalang. Ini terjadi pada bulan puasa, biasanya saya seabis tarawih menghabiskan waktu memancing dengan sampan yang saya beli dari orang Buton seharga 200 ribu. Di kiri kanan saya pasang jligen minyak bimoli 5 literan dengan lengan sebatang tongkat pramuka. Dengan cara itu saya tinggal mendayung pelan-pelan sulit untuk oleng.

Saya berangkat sekitar jam 9 malam dan biasa para pemancing juga sudah berada di tempat yang sama. Air begitu halus tak tedengar suara ombak dan hanya suara gemricik air yang saya dayung. Bulan juga menyinari air laut sehingga tampak biru terang mengkilap. Biasanya saya membawa obor untuk peringatan perahu besar yang lewat, agar tidak ditabrak. Saat naas itulah akhirnya saya benar-benar ditabrak, namun ketika saya berteriak sekeras mungkin, perahu besar itu dibelokkan mendadak dan perahu saya diterpa lambung kapal dan gelombang memenuhi perahu saya. Tongkat pramuka sebagai lengan perahu patah namun masih terikat oleh tali. Tampaknya ujung perahu saya pecah dan tak mampu saya bawa dayung, karena air memenuh perahu. Makian pun menimpa saya dari seluruh anak buah kapal.

“Puuukkkkimaiii…, Lu….Bodog Lu, pake lampu….!” Begitu makian yang saya terima. Namun karena perahu saya penuh air namun tidak terbalik, akhirnya makian itu tak terdengar di telinga. He.. he… ya terdengar, tapi tak masuk di hati….

Namun saya tetap menyanyikan lagu yang sama, fajar akan menggantikan bulan dan aka nada yang menolongku. Dengan jeligen dua di samping, akhirnya masih diselamatkan oleh Allah. Meski harus berenang menuju pinggir pantai dengan dua jeligen penyelamat itu.

Ini saya anggap mati yang kedua.

Pengalaman Mati Ketiga:

Tahun 1996, tepatnya pada bulan Desember saya disambati adik ipar saya yang sebagai pelayar. Route kapal barang yang dilayari biasanya Jakarta-Merauke, dengan perjalanan 2 minggu. Seingat saya nama kapalnya Si Bela. Karena waktu perjalanan balik sering singgah di Kupang untuk mengangkut sapi atau kerbau dibawa ke Jakarta.

Ketika kapalnya dok di Pelabuhan Labuhan Bajo, Kecamatan Komodo Manggarai, selama 3 bulan akhirnya dia mengabarkan jatuh cinta pada anak seorang Dhalu (Demang, orang Jawa dulu). Saya dikabari oleh adiknya yang di Solo, bahwa dia akan menikah. Tidak ada yang bisa menghadiri. Mertua saya meminta saya mewakili keluarga. Mendengar tangisan mertua dan keluarga di Solo itu, akhirnya saya bagkit jiwa petualang saya. Menyeberang dari Timor ke Flores, terus perjalanan sepeda motor dari Ende-Labuhan Bajo, selama 10 jam, tak berani berhenti, kecuali saat ada warung makan dan makan. Sepanjang jalan hanya ada hutan belukar dan kadang anjing liar di hutan mengejar dari belakang. Kabut bulan Desember di atas Ngada luar biasa tebalnya, sehingga kadang lampu motor hanya menerangi sekitar 3 meter di depannya. Belum kalau ada orang tidak gila namun berlaku gila, karena melempar setiap motor yang lewat. Apalagi pas bulan itu hujan sepanjang jalan. Berangkat dari Ende jam 9 pagi tiba di tempat jam 9 malam.

Alhamdulillah, tiba juga karena jalan di sana hanya satu batang saja, tak mungkin kesasar. Begitu tiba, orang desa itu pun heran-heran. “Orang Jawa nekad…!”

Menginap semalam, akhirnya pukul 12 siang pulang ke Kupang lagi. Namun perjalanan pulang inilah yang membuat saya harus mati menghadap Allah untuk yag ketiga kalinya. Bayangkan, ketika sudah meninggalkan Manggarai, masuk hutan dan naik gunung, tak ada suara lain kecuali raungan motor saya. Tiba-tiba ban belakang meletus. Kepada siapa saya harus minta pertolongan, wong waktu itu sudah pukul itu 3 sore. Sehingga tak ada kendaraan lagi yang lewat, kecuali si nekat, yaitu saya sendiri.

Mau berhenti, tentu banyak binatang liar di sekitar ini. Mau apa lagi kalau bukan mendorong motor sambil menangis kepada Allah, “Ya, Allah engkau mau menolongku, aat inilah saat yang tepat, datanglah saat aku keepet semacam ini…!!!” teriakku keras-keras, wong gak enek wong liyane…. Doa saya, tangis saya terdengar di hutan di atas gunung, seperti Tarzan yang mengaung… auooooo…..

Sekitar setengah jam saya harus mendorong naik motor saya, sekali-kali melihat ke belakang, barangkali ada mobil atau apa saja yang lewat.

Tak lama saya melihat ada truk di depan. E… ternyata bannya meletus. Muatan beras yang diangkut cukup banyak. “Alhamdulillah……”, gumam saya dalam hati. Saya lebih semangat mndorong motorku, hingga akhirnya dekat dengan orang berkulit agak hitam itu melepas ban yang meletus itu. Karena saya sudah di Kupang sejak tahun 1990, sehingga selama itu saya sudah bisa pake logat Kupang, meski mereka tahu, baha saya orang Jawa.

“Mbu., bisa tolong beta kasih naek saya pung motor, ko…?” Tanya saya agak tersengal–sengal.

“Ah, nggak bisa ini muatan terlalu berat, Mas”, tolak dia. Jajanan manten adik saya yang dibungkus di atas motor saya buka, dan mereka saya minta memakan bersama. Akhirnya sudah mulai dialog akrab. Namun mereka tetap menolak permintaan saya. Karena memang sarat muatan.

Tapi Allah menunjukkan jalan berbeda, dongkrak yang dipakai tak bisa mengangkat ban yang kempes itu. Dengan gaya sok pinter saya sarankan, “Mbu, itu oli abis itu dongkrak…!” saran saya untu diisi dulu. Tapi mereka memang galeg teknologi, akhirnya saya bantu mbngkar dogkraknya dan mengisi oli dari oli mesin motor saya. Pertolongan datang dari saya, akhirnya motor saya ikut dinaikkan/ diikat di belakang truk hingga di kota Ngada pukul 6 sore. Setelah ditambal dan saya tunggu sekitar 15 menit untuk memastikan hasl tambalanya, sambil isap rokok karena memang dingin luar biasa dan melanjutkan perjalanan ke Ende. Sekitar pukul 11 malam tiba di Ende. Besoknya menyeberang ke Kupang.

Kenapa ini saya anggap mati yang ketiga. Karena saat itu terjadi perang dingin yang cukup kental, akibat kejadian di Maumere. Sara… sehingga saya tak hanya khawatir karena harus mengatasi lintasan yang begitu panjang, tapi ancaman yang mungkin terjadi, karena perjalanan sendiri.

Yang benar, tidak sendiri dan senantiasa didampingi oleh para malaikat, karena sepanjang jalan senantiasa memanjatkan seruan nama-nama asmaul husna. Lha, rak yo bener mergo bungkem sepanjang jalan ra ono koncone, sak mono suwene.

Dari pengalaman hidup nyata ini yang senantiasa mendapat pertolongan, ita tidak tahu dengan media apa itu, saya mengajak Anda untuk senantiasa ringan tagan dalam memberikan pertlongan kepada orang lain, apalagi dia sangat membutuhkan. Makanya kejadian malam Senin di Pom Bensin Jalan Kalimantan Blitar itu salah satu bentuk amalan saya yang saya anggap sebagai rejeki saya malam itu.

MALAM JAM 12 ISI BENSIN DI POM, ADA ORANG MERINGIK KESAKITAN KARENA TERLALU DINGIN, DITUNGGU ANAK DAN ISTRI DI SAMPING DI ATAS TIKAR. TERNYATA MAU PULANG KE KANIGORO NUNGGU JEMPUTAN HABIS KELUAR DARI RUMAH SAKIT. NALURI SOSIAL TETAP MELEKAT, LANGSUNG NAIK 3 ORANG. PAGI TAK TENGOK LAGI SUDAH SEMBUH. ALHAMDULILLAH...” Wall di fb tanggal 13 Juli pagi.

Ketika sampe rumahnya, dikira saya ngompreng atau ngojek, tak rungokne dompete kricak-kricik, akhire aku nolak mampir, "Pun Bu, kula langsung kemawon, pun dalu". Tak delok wis jam 00.18, dalam hati saya berdoa, "Jangan beri imbalan kepadaku, Ya Allah, kecuali beri kesembuhan kepadanya". Ternyata Allah tidak pernah tuli, ketika saya pulang sekolah ada mobil belok mendadak, sehingga saya reflek juga rem mendadak, tak tau di belakang ada motor bapak-bapak nabrak bemper belakang saya, tapi nggak jatuh. Ya, rodo ketok bekas ban... Itu artinya saya diberi rejeki untuk diberikan kepada orang lain, karena harus ndandakne. Benar dikabulkan apa yang saya minta. Makanya saya akhirnya sengaja mampir ke rumah orang semalam. Alhamdulillah, bapak masih hapal yang mengantar di pagi dini hari.... Terkabul betul apa yang saya minta kepada Allah.
Ternyata sikap seperti ini jarang dilakukan orang lain. Pernah saya naik motor pulang sekolah, ada kejadian persis di depan saya. Sebuah sepeda motor tiba-tiba bisa meliuk-liuk dan kemdian melompat pengemudinya terlempar lompat saluran air dan ke sawah, hingga kepalanya nyungsep di lumpur sawah. Saya dlam kondisi bersepatu langsung lompat ke orang yang tak bergerak itu. Tapi karena orang tadi cukup gemuk, akhirnya saya nyegat orang-orang yang lewat dan teriak minta tolong bantu saya. Masya Allah, mereka kebanyakan malah bertanya kenapa bukan malah turun untuk menolong. Bahkan ada yang habis tanya nggak turun langsung lanjut jalan. Masya Allah, akhirnya saya nyetop mobil di tengah jalan dalam kondisi belepotan dan berlumur darah, kalau mati ya inilah saya mati yang keempat. Akhirnya sebuah truk berhenti membantu menolong, hingga dibopong bareng ke pinggir jalan.
Begitu sadar, dia bertanya, "kenapa saya tadi..?" Saya jelaskan apa yang saya lihat. Ngantuk. Tak lama kemudian orang berkerumun sudah ada yang membantu, akhirnya saya lanjut pulang karena saya kebetulan mau layat bapaknya teman lama saya.

Hanya beberapa orang yang mau melakukan, padahal sering mendapat balasan secara tidak diduga hanya karena melakukan amalan seperti ini. Makanya di Teve ada Acara Tooolooonnggg........ (Budi Elyas)

Selasa, 07 Juli 2009

Anak Merdeka








Anak-anak merdeka, hidup apa adanya tanpa tekanan dan hidup dengan kesadaran tanpa paksaan. Bangun tidur sambut bapak pulang mancing semalam dengan muka masih lebam mejeng di depan pintu belakang. Rumah sejuk terhindar dari aura panas. Mau apa lagi melainkan kita senantiasa bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah SWT.

Senin, 06 Juli 2009

Merancang Masa Depan Anak Menjadi CPNS

Ketika saya masih aktif Talkshow di Radio Mayangkara Blitar, mewakili Dewan Pendidikan Kabupaten Blitar, pertanyaan yang paling ramai adalah persoalan GTT, PTT pokoknya yang berbau TT (Tidak Tetap) dan tidak jelas. Jawabanpun menjai bias tat kala kita mendengar suara pendengar tentang itu.
Pertanyaan tersebut semestinya menjadi kewenangan Biro Kepegawaian, atau di Dinas P dan K dulu adalah Subdin Ketenagaan. Kemudian kita konfirmasi ke Subdin Ketenagaan, jawaban menjadi bias. Bukan tidak jelas tapi justru membuat saya bertanya. Database tiap tahun diminta oleh Dinas, tapi tidak hanya tiap tahun perubahannya, bisa per minggu perubahannya, sehingga database bisa berubah setiap saat. Ini kesalahan kepala sekolah atau karena data dibuat ngawur dan dikirim ke dinas.
Pejabat Kepala Subdin Ketenagaan juga kalang kabut dan sering mengatakan, "Rumit..!" seperti yang saya katakan tadi. GTT sudah tidak ada, kenapa mereka mengatasnamakan GTT. Lho namanya Guru Tidak Tetap disingkat GTT.
Lebih rame lagi kalau dari pihak PGRI ikut mengakomodasi suara GTT yang konon sudah menjadi anggota PGRI dan membayar kewajiban iuran tiap bulan, katanya. Maju ke Legilatif, maju ke Ekekutif, yang intinya nuntut honor atau insentif. Padahal mereka sebagian besar tak terdaftar, baca liar. Jumlahnya bisa ribuan. He.. he... kalau semua nuntut bayar sedang di APBD nggak ada dana alokasinya, terus gimana..?
Nah, namanya guru dengan jumlah begitu banyak rame-rame ke legislatif atau ekekutif, bisa dimanfaatkan momen politik. Mereka yang baru mengajar belum genap setahun pun bisa berteriak, "Kami ini dinggap apa, saya ini guru-guru penerus genarasi bangsa, bangsa ini mau jadi apa kalau gurunya hanya dibayar 100 ribu tiap bulan..!" Saya juga ingin tertawa juga. Soalnya honor mengajar 4 jam perminggu, 1 jamnya dihergai 25 ribu, pas 100 ribu jadinya. Nggak sama dengan dosen. Kalau dosen mengajar 4 jam perminggu, satu bulan jadi 16 jam, bayarnya bisa 4 kali lipat. Ya itulah guru. Makanya ada yang nyeletuk, "Siapa suruh jadi guru..?"
Karena gerakan keras guru menuntut insentif atau honor, mau tak mau bupati ngitung lagi. Berapa jumlah guru GTT, ada dana berapa yang bisa dialokasikan. Kembali ke Ketenagaan lagi, ruwet lagi... Kalau sudah terdaftar karena memaksa minta insentif, tapi mereka berikutnya nuntut diangkat pegawai negeri. Pengalaman atas dasar kemanusiaan, guru-guru yang diangkat karena masa kerjanya sudah lama pada beberapa tahun atas status GTT kemudian GBS, kebanyakan memiliki kompetensi di bawah standar. Kalau tidak demikian, ngapain sampe lama nggak lulus-lulus ujian CPNS..?
Apa sebanarnya persoalannya. Mereka kebanyakan adalah guru-guru swasta yang magang begitu saja. Ketika lulus kuliah keguruan bahkan lulus SMA saja bisa magang menjadi guru. Pokoknya ngajar lah, berapa jam diterima, kan berbeda statusya dibanding kerja yang lain. Apa akibatya, banyak guru yang tidak standar, banyak rasio mengajar di sekolah yang tidak pas.
Bedasarkan pengalaman monitoring di sekolah-sekolah, terutama sekolah swasta, banyak sekolah yang siswanya hanya segelintir saja, sehingga ketika Ujian Nasional dititipkan di sekolah negeri. Logikanya, rasio guru siswa sudah tidak standar lagi, sedangkan guru yang dimaksud adalah guru yang memiliki kompetensi di bidang yang diajar. Sehingga jika satu kelas rata-rata banyak siswanya 4 atau jumlahnya 12, maka tidak butuh guru hanya 3 yang gantian mengajar, tapi sebanyak mata pelajaran yang ada di kurikulum. Belum lagi kasus pelecehan atau bentuk kejahatan lainnya dengan atas nama oknum guru.
Saya punya cerita anekdot dan jangan ditiru. Andaikan kita punya anak dikuliahkan di Fakultas Keguruan dengan jurusan yang ada di kurikulum terbaru, nggak usah yang mahal atau universitas yang terkenal. Beberapa orang memiliki ide yang sama. Begitu anak-anak lulus, siap mengajar kan. Bikin sekolah sendiri, nggak usah bagus-bagus, promosi besar-besaran, sehingga memperoleh siswa yang standar. Apa status anak-anak yang jadi guru tadi...? Jawabnya adalah GTT. Apakah mereka tidak punya hak seperti yang maju ke legislatf atau ekekutif, kemudian terdaftar sebagai penerima insentif, kemudian menjadi GTT, kemudian menunutut untuk diangkat menjadi PNS. Dalam waktu yang sengaja dibuat asal-asalan, tak lama bangunan roboh, bocor, karena memang diharapkan dapat bantuan Block Grant atau lainnya.
Jadilah masa depan anak-anak menjadi guru yang kita skenario sendiri. (Budi Spoil)
Dimuat juga di http://politikana.com/baca/2009/07/07/merancang-masa-depan-anak-menjadi-pns.html

Minggu, 05 Juli 2009

Menjaga Sekolah Agar Tetap Unggul

Dalam rangka Pembukaan RSBI di Talun, ada tulisan menarik yang perlu direnungkan.
Tulisan ini diilhami dari filem Laskar Pelangi. Sekolah dengan fasilitas apa adanya mampu bersaing dan melahirkan peserta didik yang sangat luar biasa. Suatu kisah nyata dari sebuah sekolah yang mampu menjaga sekolahnya tetap unggul walaupun ketiadaan fasilitas dan keterbatasan dana.
Namun, siapa yang akan mengira kalau sekolah miskin itu telah berhasil mendidik anak didiknya menjadi anak didik yang berbeda dengan sekolah lainnya. Sekolah yang lebih mengedepankan akhlak mulia daripada nilai-nilai pelajaran yang harus dikuasai siswa. Sekolah itu telah mampu mengajarkan cinta kepada sesama. Kekuatan cinta adalah salah satu kunci keberhasilan dalam dunia pendidikan. ”Tidak pernah ada yang bisa mengalahkan kekuatan cinta yang murni dan tulus. Cinta yang mendalam menebarkan energi positif yang tidak hanya mengubah hidup seseorang, tetapi juga menerangi hidup orang banyak.” (Kompas dalam cover novel Andrea Hirata ”Laskar Pelangi”).
Kesederhanaan, kemiskinan, dan ketiadaan fasilitas justru mampu memompa semangat mereka untuk memenangkan karnaval dan lomba cerdas cermat. Tengoklah Lintang, yang genius dan dengan senang hati bersepeda 80 kilometer pulang pergi untuk memuaskan dahaganya akan ilmu. Atau Mahar, seorang seniman dadakan yang imajinatif, dan kreatif yang mampu mengangkat citra sekolahnya dalam karnaval 17 Agustus dengan tarian budaya nasional tanpa dana.
Inilah film yang sangat mengharukan tentang dunia pendidikan dengan tokoh-tokoh manusia sederhana, jujur, tulus, gigih, penuh dedikasi, ulet, sabar, tawakal, dan mengajar dengan cinta yang diperlihatkan kepada penonton secara indah dan cerdas. Inilah realita pendidikan Indonesia di tengah berbagai berita dan hiburan televisi tentang sekolah yang tak cukup memberi inspirasi dan spirit.
Film Laskar Pelangi telah mengajarkan bagaimana menjaga sekolah agar tetap unggul. Keunggulan itu terletak pada 6 kekuatan yang harus dibangun, yaitu:
1. Memiliki guru yang mempunyai kompetensi, dedikasi dan komitmen yang tinggi.
Guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan menilai hasil proses pembelajaran. Pasal 4 UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menegaskan bahwa, guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi.
Kompetensi diartikan oleh Cowell (1988) sebagai suatu kemahiran yang bersifat aktif. Kompetensi merupakan satu kesatuan utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi guru.
Selain kompetensi, harus ada komitmen dan dedikasi yang tinggi dalam menjaga sekolah agar tetap unggul. Komitmen dan dedikasi itu terlihat dari perilaku guru yang senantiasa meningkatkan kemampuannya untuk terus belajar sepanjang hayat. Konsisten dan tak pernah berhenti untuk belajar dalam rangka mengembangkan potensinya menjadi guru profesional.
2. Memiliki siswa yang berprestasi.
Siswa berprestasi lahir dari proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif. Sekolah harus dapat menciptakan siswa berprestasi yang dapat membawa nama baik sekolah di tingkat nasional maupun internasional. Karena itu adanya sebuah pembinaan jelas menjadi sebuah keharusan. Sekolah harus dapat menyeimbangkan otak kiri dan kanan siswa yang tercerminkan dari berjalannya kegiatan ekstrakurikuler dan intrakurikuler.
Dalam film Laskar Pelangi digambarkan secara sederhana bagaimana sekolah itu mampu mengembangkan kreativitas siswa dan mencapai prestasi yang gemilang. Si Mahar sang seniman alam itu mampu membuat sebuah kreativitas seni yang indah, di mana dia mampu untuk membuat sebuah kreasi seni budaya bangsa yang berupa tarian tradisional begitu hidup dan menarik. Lewat ide gila si Mahar, sekolah yang apa adanya dan tak memiliki dana mampu bersaing dengan sekolah-sekolah unggulan papan atas yang memiliki banyak dana.
3. Mengembangkan sumber belajar yang tidak hanya berpusat pada guru.
Sekarang ini, sumber belajar bukan lagi berpusat pada guru, melainkan pada berbagai sumber. Peran guru adalah mengusahakan agar setiap siswa dapat berinteraksi secara aktif dengan berbagai sumber belajar yang ada. Selain guru, masih banyak lagi sumber belajar yang lain.
Menurut Asosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan (AECT), sumber belajar adalah semua sumber (baik berupa data, orang atau benda) yang dapat digunakan untuk memberi kemudahan belajar bagi siswa. Sumber belajar itu meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan lingkungan/latar. Sumber belajar memiliki fungsi : (1) Meningkatkan produktivitas pembelajaran yang dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah. (2) Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual sesuai dengan kemampuannya.(3) Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara lebih sistematis.(4) Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan meningkatkan kemampuan sumber belajar, penyajian informasi, dan bahan secara lebih kongkrit. (5) Memungkinkan belajar secara seketika, dengan mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung. (6) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.
4. Memiliki budaya sekolah yang kokoh.
Dalam makalah Konferensi Guru Indonesia (KGI) September 2007 yang diselenggarakan oleh Sampoerna Foundation Institut dan dihadiri oleh lebih dari 1000 orang guru dari seluruh Indonesia, penulis menuliskan bagaimana menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis. Kuncinya perpaduan semua unsur di sekolah itu dari mulai peran guru, siswa, dan orang tua siswa menjadi three in one dalam merajut kebersamaan.
Budaya sekolah yang harus diciptakan agar tetap kokoh adalah mengembangkan budaya keagamaan (religius), budaya kerjasama (team work), budaya kepemimpinan (leadership) dan budaya kedisiplinan (dicipline).
5. Memiliki seorang tokoh panutan di sekolah dan mampu menjadi contoh teladan.
Dalam film Laskar Pelangi, tokoh panutan itu diperankan dengan baik oleh pak Harfan. Dia selalu menekankan pada anak didiknya bahwa ”hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan menerima sebanyak-banyaknya”. Sudahkah tokoh panutan ini ada dalam sekolah kita? Seorang guru yang ikhlas mengabdi untuk kemajuan negeri. Kalau jawabannya belum, maka diri kita sendiri yang harus menjadi tokoh panutan itu. Sebuah sekolah unggul pasti di dalamnya ada tokoh yang menjadi panutan, pemimpin dan idola para siswanya.
6. Memiliki motivasi yang tinggi untuk mampu bersaing dalam dunia global.
Pada intinya motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Motivasi ada dua, motivasi intrinsik dan ektrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Karena itu guru harus dapat memotivasi para siswanya agar dapat bersaing di dunia global.
Akhirnya, untuk menjaga agar sekolah tetap unggul diperlukan kebersamaan yang erat dari berbagai komponen yang ada di di dalam komunitas sekolah. Semua harus saling melengkapi dan bekerjasama dalam membangun sekolah ke arah yang lebih baik. Diperlukan suatu sistem yang utuh dan sistemik agar sekolah tetap unggul. (Wijaya Kusumah).
Foto: Kepala Dinas Pendidikan Daerah Kab. Blitar, Drs. Rijanto, M.M. dan Drs. Jupri Thalib, M.A., Fasilitator RSBI dari Dirjen Depdiknas Jakarta