Selasa, 16 Maret 2010

Ngedumel .... !


Menulis, berdiskusi, dan kemudian terjebak dalam fallacy tentu sangat membosankan, terlepas salah-benar dari argumentasi serta premis-premis didalamnya. Pada notes facebook atau update status di facebook, atau ngomentari di facebook, kalau tidak tahan dengan kritikan sendiri ada yang sampai mengundurkan diri atau menghapus postingnya karena malah mendapatkan kritikan pedas ini...hehehe .... .

Ilustrasi:

  • Seorang anak balita yang dilarang Mama-nya supaya tidak membeli jajanan tertentu biasanya si Anak tidak akan bertanya mengapa dilarang, melainkan akan berteriak "mama jahat.., mama pelit..huhuhuhu", kaciaaannn
  • Seorang penulis mengkritisi suatu kebijakan yang dibuat Presiden, lalu seorang kritikus hebat berkata : "Ooo.. jadi Anda tidak mendukung Presiden dan membenci pemerintah"
  • Seorang penulis lain menulis keberhasilan dari seorang Presiden, lalu seorang kritikus hebat berkata: " Oooo.. jadi anda ngepro pada Presiden, anda tidak mendukung rakyat..."
  • Seorang penulis menulis tentang kecantikan Sandra Dewi, sang kritikus hebat berkata: " Ooo.. jadi anda naksir Sandra Dewi, anda pria mata keranjang ya...inget anak isteri wooyy.."

Kesimpulan ilustrasi di atas, yang jadi sasaran kritik bukan kandungan argumentasi dalam tulisan, melainkan diri penulis, dan biasanya pembicaraan akan beralih ke tema karakter diri, substansi tulisan diabaikan (red herring), mungkin hal ini juga bisa disebabkan ketidakmampuan menganalisa isi tulisan maka penulisnya yang jadi sasaran kritik, aduh ...

Jika sudah demikian maka substansi diskusi pun punya kemungkinan kacau-balau, terutama jika penulis tidak memiliki kapasitas untuk menetralisir kritikan-kritikan yang tidak obyektif dan tidak kontstruktif tersebut, istilah populer "asal jeplak". Mungkin fenomena seperti ini akan berbeda untuk tulisan-tulisan curhat para ABG di facebook atau friendster yang menulis memang ditujukan untuk curhat percintaan dan mengharapkan suatu konseling dari komentator.

Memang, tak ada manusia selalu benar, baik penulis maupun tukang kritik, tapi jika terpola secara obyektif dalam estetika bahasa tentu bisa menjadi konstruktif dan menambah kekayaan berfikir dan pemahaman keragaman budaya manusia, sehingga misi suatu tulisan atau notes atau artikel sebagai koreksi sosial akan mendapatkan fungsinya, karena suatu artikel online seperti di notes facebook atau di blog bukan cuma konsumsi warga, tapi juga dibaca dari seluruh dunia.

Tulisan terkait dengan bahasa, dan gaya bahasa terkait dengan estetika, maka penilaian secara realitas lebih tepat dibanding hanya mengacu faktor cara berfikir manusia yang bebas mengungkapkan pendapat, meski kadang tidak ilmiah tapi logis sebatas kemampuan peulis atau berdasarkan persepsi tertentu.

Tidak ada komentar: