Rabu, 15 April 2009

Pendidikan Gratis

Belakangan iklan program pendidikan gratis memenuhi slot iklan di televisi. Sebagaimana iklan, serba indah dan sedap dipandang. Menghasut pikiran dan membuai kita ke alam mimpi. Melayang jauh dari realita. Tidaklah sulit menebak target sesungguhnya dari iklan tersebut.
Pemerintah membuat iklan pendidikan gratis hingga SMP. Maka masyarakat berpikir tidak lagi perlu keluar uang untuk biaya sekolah. Ternyata pemahaman itu keliru besar. Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, "Kalau pun ada sekolah/pendidikan dasar gratis, yang digratiskan itu biaya operasional, sedangkan biaya di luar itu tetap jadi beban orangtua."
Lho, lain iklan lain kenyataan...Maklum iklan tersebut dalam rangka tebar pesona jelang pemilihan presiden mendatang. Laughing Tapi kemudian malah berubah menjadi tebar ranjau...
Pendidikan gratis berarti sekolah tidak boleh memungut iuran dari orang tua murid. Akibatnya adalah kebingungan di pihak sekolah dalam mencari tambahan dana. Belum lagi sekolah juga harus siap jika sewaktu-waktumendapat audit pengguanaan dana BOS/BOP. Maklum (lagi) selama ini pengelolaan dana pendidikan belum transparan dan diduga sarat potensi korupsi.
Program sekolah gratis memang masih banyak bermasalah. Di satu sisi pemerintah melarang sekolah menarik iuran dari orang tua murid. Namun sekolah merasa dana BOS dan BOP yang dikucurkan belum mencukupi. Khususnya untuk dana kesejahteraan guru dan kegiatan ekstra kurikuler.
Sayangnya kemudian sekolah terpaksa memangkas pos pengeluaran yang sebenarnya penting untuk mendongkrak kualitas pendidikan seperti kegiatan ekstra kurikuler. Hal tersebut juga berdampak pada semangat para guru untuk mengembangkan metode pembelajaran dan meningkatkan kualitas anak didik.
Ada juga yang mengkritik kebijakan pendidikan gratis ini sebagai tidak mendidik. Karena membiasakan masyarakat kita gemar yang gratisan. Selain itu tidak membiasakan rakyat untuk berjuang untuk mendapatkan hasil. Taken for granted...Bahkan Gubernur Jateng, Bibit Waluyo, pernah mengatakan, "Pendidikan gratis itu tidak ada". Beliau lebih setuju dengan pendidikan murah, daripada pendidikan gratis yang selama ini digembar-gemborkan.
Namun demi meningkatkan citra menjelang pilpres, iklan program pendidikan gratis ini tetap jalan terus. Program yang populer dan egaliter ini memang amat gurih dijadikan komoditas politik. Nyaris tidak ada partai yang tidak memasang program ini dalam sebagai jualan selama kampanye. Sepertinya ini juga akan berulang pada pilpres nanti.
Masing-masing pihak akan mengklaim sebagai yang peduli pada pendidikan dan telah berjuang mati-matian untuknya. Saya masih ingat beberapa waktu lalu di Jakarta banyak spanduk dari sebuah partai yang seolah-olah mengklaim program pendidikan gratis sebagai prestasi partai tersebut. Namun akhirnya diturunkan setelah mendapat banyak protes dari parpol lainnya.
Seolah-olah para politikus itu ingin mengatkan bahwa,"pendidikan gratis itu ada karena saya". Padahal itu adalah amanat dari UUD'45 yang bahkan dalam pasal 31 ayat 2 amandemen ke 4 dengan tegas mengatakan, "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya." (Heryanto)

Tidak ada komentar: