Senin, 09 Maret 2009

Sahabat Lama

Drs. Samiun Hamid
Dia adalah Drs. Samiun Hamid, asli dari Kedang Kepulauan Solor NTT. Masa kuliahnya di IAIN Salatiga dihabiskan untuk merubah pola pikir yang jauh maju ke depan, dengan menjual kacang telor, naik turun bis jurusan Solo-Semarang. Itu terjadi di saat semester 2., saat orang tuanya tak mampu lagi mengirim wesel ke Salatiga. Akhirnya surat dilayangkan ke Solor, "Bapak tidak usah berfikir lagi bagaimana saya belajar di Jawa. Saya sudah besar dan harus mampu mandiri. Saudara-saudara masih perlu banyak bantuan. Doakan saja Bapa, agar saya cepat selesai kuliah".
Pertemuan dengan sahabat ini ketika ada guru baru di SMAN 2 Kupang dengan wajah seperti itu tapi pake boso kromo. Apalagi ketika saya bilang saya dari UNS, dia semakin akrab. Yang peling terkesan saat pertemuan pertama adalah ketika saya harus berkunjung ke rumah tinggalnya di dekat sekolah. Sebuah rumah besar milik saudara, namun sementara tinggal di bagian belakang, dekat dapur. Lelaki legam dengan anak yang masih kecil ini memang terbiasa menerima hidup apa adanya. Itulah, yang menyebabkan saya harus berfikir.
"Sementara, Mas. Tapi sudah tiga tahun", katanya.
Rasanya tidak ada beban apa-apa.Selama 3 tahun seprti itu, dan selama itu sambil menunggu SK CPNS, bekerja menjadi konjak (kernet) bis, jurusan Oekabiti Kupang. Agak berbeda memang pola pikir lelaki yang agak hitam ini. Lulus sarjana, membawa pulang anak dan istri asli Salatiga, tapi masih mau kerja sebagai kernet. Jarang tuh, orang kampungnya mau kayak gitu.
Awal persahabatan ini akhirnya berlanjut, hingga akhirnya saya bantu untuk masuk di Mess SGO di Oeba Kupang. Kebetulan saya sebagai koordinator Mess SGO. Itulah sekilas awal ketemu, kita saling menghormati perbedaan, bahkan kami berdua sering melakukan kegiatan yang membantu orang lain. Sementara yang lain masih belum bergerak kita dahulu. Banyak perubahan yang kami alami. Kekerasan tak selamanya bisa diatasi dengan kekerasan. Pengorbanan untuk menjadi manusia yang berubah perlu tekad kuat dan keikhlasan.
Yang justru dia ingat saya adalah ketika harus berhadapan dengan masyarakat Kupang, Ee... justru saya yang suruh menghadapi. Persahabatan tidak hanya itu saja, ketika saya sudah di Blitar, dan keluarga Samiun berlibur di Salatiga, datang juga ke rumah mertua saya yang berakhir dengan avonturir bersepeda motor Kacangan (Boyolali)-Purwodadi-Demak-Semarang-Salatiga-Boyolali.
Alhamdulillah, Drs. Samiun Hamid kini mendapat bea siswa tugas belajar S2 diUIN Malang. Tak lupa pula dia langsung hadir di Blitar untuk melihat saya. "Allah memang memberikan garis yang berbeda-beda, kawan. Meski jauh tetap ada jalan untuk bertemu. Apa yang kita minta dalam hati, akhirnya bisa juga berlalu begitusaja, kawan", katanya ketika bertemu saya di Blitar. Menanam kebaikan tak perlu dihitung berapa besar, karena Allah akan menghitungnya sendiri dan jangan berharap balasannya, karea Allah pastiakan memberikan balasan.
Lihat saja perut kedua lelaki itu.

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Bos koncone sampeoyok Mohammad Ali petinju yo ....

pulung mengatakan...

Perjalanan hidup yang penuh dengan perjuangan keras dan bagus untuk diteladani. Memang hidup harus diperjuangkan dengan segala daya dan upaya yang baik. "Siapa menabur akan menuai". Hasil perjuangan kerasya kini telah berbuah dan Sang Pejuang itu kini siap menuainya, atas berkah dan karunia-NYA.

Anonim mengatakan...

Kapan kon jak Samiun ke Sidoarjo ?

M Gofur

Budi Spoil 85 mengatakan...

Kapanyo,
Soalnya Samiun kulaihnya padet, nek longgartak susule ning Malang sik, terus takgowone pisan ninggonmu

Budi Spoil 85 mengatakan...

Baru kemarin 31 Mei 2009 bisa saya ajak ke Pak Gofur pas putrane sunatan