Rabu, 13 Mei 2009

KONSPIRASI

Konspirasi itu menyangkut nama besar seseorang. Seseorang yang bakal mampu bersaing, menjadi lawan bahkan mampu mengalahkan. Atau dengan menghadirkan figur nama besar yang menjadi korban konspirasi bisamengalihkan perhatian persoalan yang sebenarnya lebih besar. Konspirasi itu memerlukan waktu yang lama untuk memperoleh kesimpulan yang benar. Bahkan kadang tidak ditemukan.
Terbunuhnya Lady Diana adalah konspirasi terhadap Pangeran Charles, Peristiwa G 30 S diIndonesia adalah konspirasi terhadap Soekarno. Konspirasi ekonomi melalui Flu babi, Gadis chady ingusan Rani adalah konspirasi terhadap Antasari Ashar, untuk mengalihkan perhatian Perseteruan Cawapres. Konspirasi bisa mencari sasaran anda sendiri. Tujuan utama konspirasi adalah nama besar tersebut dijadikan kambing atau macam ompong yang tak mampu berkutik.
Ini cuplikan sekilas kisah konspirasi:
Antasari disangka sebagai aktor intelektual di balik pembunuhan itu, sehingga dijebloskan di kamar tahanan Polda Metro Jaya, Senin lalu. Tiga hari sebelum ditahan, Antasari masih menerima teman sejawatnya sesama pimpinan KPK di kediamannya, di Perumahan Giriloka 2, Bumi Serpong Damai, Tangerang, Banten.
Pada hari itu, puluhan wartawan juga berkerumun di depan gerbang Perumahan Giriloka 2, menunggu kemunculan Antasari. Sayang, dia sedang sakit flu sehingga seharian tak keluar rumah. Beruntung, selepas magrib, Antasari bersedia menerima dua wartawan Gatra Taufik Alwie dan M. Agung Riyadi. Selama wawancara, Antasari sesekali berdiskusi dengan para kuasa hukumnya.
“Kalau diperiksa polisi, nanti saya harus menyiapkan koper. Biasanya status saksi dan tersangka itu jaraknya tipis sekali,” kata Antasari sembari tertawa. Ia mengaku siap menghadapi kasus ini. Berikut petikan wawancara Gatra dengan Antasari, tiga hari sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Anda dituduh terlibat pembunuhan Nasrudin, bagaimana sebenarnya persoalannya?
Ini sebuah rangkaian panjang yang sulit dijelaskan. Namun terkait dengan kasus-kasus yang ditangani KPK. Jadi, ada skenario besar untuk menjatuhkan saya. Saya sudah katakan, saya tidak terlibat dalam kasus itu.
Apakah termasuk kasus yang melibatkan kejaksaan, seperti kasus Artalyta dan Urip?
Bisa jadi itu salah satunya. Yang jelas, banyak pihak yang ingin menjatuhkan saya.
Anda sendiri mengenal Nasrudin? Sejak kapan?
Ya, kalau dibilang kenal, saya kenal, tetapi belum terlalu lama. Saya mengenalnya beberapa bulan setelah saya menjadi Ketua KPK. Dia datang kepada saya mengeluhkan masalah. Katanya, dia mendapat SK Menteri BUMN yang ditandatangani Sugiharto. Tapi, pada saat pergantian ke Menteri Sofyan Djalil, dia tidak dilantik sebagai direktur SDM. Kemudian dia sering menyampaikan informasi kepada KPK mengenai kasus korupsi, seperti kasus RNI yang belum selesai. Dia memang beberapa kali memberi data soal korupsi.
Di mana biasanya Nasrudin menemui Anda?
Pertemuan selalu di kantor, karena itu lebih transparan. Jangan (bertanya) terlalu dalamlah, nanti mengganggu proses penyidikan.
Kalau dengan Sigid Haryo Wibisono, bagaimana perkenalannya?
Dia mengajak kerja sama membuat rubrik khusus tentang KPK di korannya, koran Merdeka. Itu sedang diproses dan saya tidak tahu hasilnya bagaimana.
Anda juga pernah bertemu dengan Rani Juliani?
Pernah, tetapi tidak lebih dari 10 menit. Pada saat itu, Rani datang bersama Nasrudin menemui saya.
Di mana Nasrudin dan Rani menemui Anda?
Ya, di suatu tempatlah. Tapi, soal di mananya, nanti saya jelaskan dalam pemeriksaan.
Kabarnya, Anda bertemu Rani ketika bermain golf?
Tidak. Saya memang hobi main golf, terutama pada saat masih aktif di kejaksaan. Olahraga saya hanya itu dan treadmill, meski mukul-nya masih melenceng-melenceng. Sekarang paling hanya sebulan sekali main golf. Itu pun hanya dengan tetangga dan saudara-saudara.
Apakah benar Anda mengirim ancaman kepada Nasrudin lewat SMS?
Itu tidak benar. Itu kan hanya pengakuan pihak sana. Masih harus dibuktikan lagi kebenarannya. Pada saat ini, kan teknologi sangat canggih, apa pun bisa dibikin.
Anda siap menghadapi masalah ini?
Dalam Islam diajarkan, puncak ujian adalah kesabaran. Saya harus sabar menghadapi semua ini. Saya mohon doa dari keluarga dan teman-teman, juga masyarakat.
Gatra Nomor 26 Beredar Kamis, 7 Mei 2009]

Ha.. ha... Jadi orang baik banyak musuhnya, jadi orang pintar banyak musuhnya, jadi apa saja yang penting orang pasti dimusuhi orang. Enake dadi opo ???

Minggu, 03 Mei 2009

Bung Antasari Seorang Pahlawan


Antasari Azhar memang tokoh fenomenal. Kali pertama duduk sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ia diragukan. Tapi ternyata berhasil gilang-gemilang. Kini ketika sudah di pucuk langit tiba-tiba jatuh ke dasar jurang. Hancur nama dan karirnya. Dia disangka menjadi aktor intelektual dari pembunuhan Nasrudin, lelaki yang diduga rivalnya dalam berebut cinta dengan Rhani Juliani.

Kasus ini bak panah Pasopati. Diluncurkan satu berkembang menjadi ribuan asumsi. Tiap asumsi melahirkan ribuan tafsir. Dan saban tafsir ditafsir ulang para penafsir berdasar strata sosial. Kita tidak ke sana. Kita simpel-simpel saja sambil menunggu proses hukum berjalan. Itu agar tidak ikut terperosok dalam kubangan pendapat yang sudah penuh polutan.

Lepas Antasari salah atau tidak terbukti, tapi cinta yang menjadi pangkal kejatuhan. Cinta terhadap lawan jenis sebagai ranjau penghadang. Cinta ini memang ‘seteru purba’ laki-laki. Itu bisa dirunut dari tragedi Habil dan Qobil, Julius Caesar-Cleopatra, Napoleon Bonaparte dan Josephine, Bill Clinton dengan Monica Lewinski, sampai Yahya Zaini-Maria Eva, Max Moein-Desi, Al Amin-Eifel dan kini Antasari-Rhani. Semua berlatar cinta. Cinta birahi.

Cinta ini diskenario atau bukan selalu punya hulu ledak yang ampuh. Yang penampil punya rumus ‘gumuk manukan’ demi karir dan popularitas. Pakem primbon ledek itu mensyaratkan penyerahkan keperawanan bagi maesenas potensial. Dia tidak tabu jadi gundik. Dan rata-rata punya amalan yang dirapal saat ritus seks agar sang lelaki mana saja yang mengencani lengket kayak prangko.

Matahari, agen spionase berdarah Jawa-Belanda juga mengumpan tubuhnya untuk mengorek informasi. Itu demi tugas yang disandang sebagai agen rahasia. Sedang untuk kepentingan bisnis seks, Hartono yang dulu ‘juragan ayam’ mewajibkan ‘ayam-ayamnya’ mempelajari teori senggama kala pagi sebelum praktek. Mereka menyimak seksama video porno, dan menyimpan di mimetiknya kelemahan laki-laki.

Eksplorasi total kelebihan genital itu letak kekuatan di balik kelemahan wanita. Wani ditata, berani ditata, diatur laki-laki. Tidak terbayangkan lagi powernya kalau dia jadi perempuan. Keliaran berpadu dengan kecerdasan dan kebebasan berekspresi, maka hampir pasti laki-laki mana saja klepek-klepek dibuatnya.

Kekuatan dan kelemahan perempuan memang kodrat. Sama dengan laki-laki. Untuk itu agama dan hukum mengaturnya agar harmonis, tidak barbar dan chaostis. Maka ketika Nasrudin terbunuh dengan luka tembak bermotif wanita, maka kita seperti dibawa ke zaman baheula. Zaman sebelum kenal peradaban.

Kita makin tak habis pikir tatkala tersangka pembunuhan itu diduga ‘diotaki’ Sigid Haryo Wibisono bos Harian Merdeka, mantan Kapolres Williardi Wizar dan Antasari Azhar. Itu pula yang menyulut beragam spekulasi. Ada yang menebak ‘orang-orang besar’ itu dijebak atau masih tersembunyi lagi ‘orang yang lebih besar’ yang mendalangi.

Motifnya memang gampang dicari dari celah-celah aktivitas serta pergaulannya. Dari persaingan bisnis hingga kompetisi jabatan yang ketat. Bisa pula melalui asumsi skenario terencana agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipandegani Antasari mandeg kiprahnya.

Sejauh dari pemberitaan yang gencar, rasanya motif itu gampang tanggal. Indikasi yang mengarah kesana amat lemah. Justru dari hari ke hari kesan keterlibatan ‘orang-orang besar’ itu semakin mengental. Memang mereka bukan eksekutornya. Tapi bukti materiil menguatkan keterlibatannya.

Jika hukum kelak mampu menyibak di balik keremangan kasus ini, maka dengan segala rasa sakit dalam dada, kita wajib memberikan apresiasi. Itu sebagai sinyal hukum di negeri ini mulai tegak. Tidak pandang teman, tidak pandang institusi, dan tidak pandang jabatan. Sebab kita tahu bagaimana kedekatan Sigid Haryo Wibisono dengan penyidik, juga Williardi Wizar mantan Kapolres Jakarta Selatan serta Antasari Azhar.

Memang sulit kita menerima ‘kenyataan’ ini. Itu karena hati kita sudah lama terstimulasi untuk memberi hormat. Laku dan tindak mereka sangat baik dan terpuji. Malah sedang tumbuh keyakinan di batin ini, bahwa tokoh-tokoh yang siap jadi martir bagi perbaikan negeri ini mulai bermunculan untuk membawa Indonesia ke gerbang yang dicita-citakan.

Adakah mereka memang melakukan perbuatan barbarik itu? Ini yang sedang kita tunggu sama-sama! Bagaimanapun Sang Antasari telah membuka lembaran kepahlawanan bangsa di bidang Pemberantasan Korupsi, kita tunggu hasil penyidikan. Karena korupsi harus diberantas sampe tuntas dan Sang Antasari sosok yang pantas dijuluki pahlawan, meski dengan ending yang suram. Perlu kewaspadaan lawan-lawannya, yaitu para koruptor, termasuk yang belum sempat kena tebang.

Alon Alon Blitar

Aloen-aloen Blitar di tahun 1900 seperti itu, pada tahun 1980-an saya sering nonton wong dodol buntutan dan SDSB ning kono, pada tahun 1998 akusempat merinding mergo provokasine wong edan, kon ngembrukne wit ringin, mergo indikasine Golkar.
Nganti saiki sing tak perhatikan dudu mergo nggo cangkrukane banci ning etan, dudu wong dodol dawet seger opo liyane, dudu mergo nggo dolanan cah-cah Blitar kabeh ning njerone, tetap bermanfaat bagi burung-burung blekok hidup dan berkembang dan lestari ning wit guwedhi kuwi. Aku yo panggah bungah mergo nek isuk aku isih nonton kemliwere ning ngarep omahku sing ning pinggir sawah, manuk blekok mabur bareng-bareng makaryo golek pangan kanggo anak-anake sing nunggu ning omahe alon-alon.
Nek gerakan ora seneng karo Golkar terus ngembrukne kabeh wit ringin ning alon-alon sak tanah Jowo, kok iku lakune wong edaaaannn.... Terus manuk blekokku menclok ning endi ? Wong wit gedhi-gedhi saiki wis ditegor, nggo kusen, nggo pintu, nggo lemari. Sing iso nentremne blekok-blekok kuwi yo mung ringin ning alon-alon, utowo ning pojokan SPG.
Tapi ngati-ngati nek mangan dawet opo bakso, ngati-ngati ketambahan saus ko dhuwur, mak croooot...

Mengedepankan Pendidikan Membawa Indonesia Jaya

Guru Harus Depan

ing ngarso sung tulodo — di depan memberi teladan
ing madyo mangun karso — di tengah membangun karya
tut wuri handayani — di belakang memberi dorongan

Itulah tiga kalimat dari ajaran seorang ningrat Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang kemudian mengganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Pelopor Perguruan Taman Siswa ini kemudian diangkat menjadi Bapak Pendidikan Nasional dan hari lahirnya 2 Mei (1889) diabadikan menjadi Hari Pendidikan Nasional oleh pemerintah pada tahun 1959.
Tidak hanya dalam bidang pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara pun sebelumnya aktif dalam masa pergerakan nasional di dalam organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908 dan Indische Partij pada tahun 1912. Sebuah momen yang kita kenal menjadi Kebangkitan Nasional, dirayakan setiap 20 Mei. Bahkan pada tahun 1913 beliau secara politik aktif dalam menentang Perayaan Seratus Tahun Belanda dari Prancis melalui Komite Bumiputra. Ditentangnya perayaan tersebut adalah karena pihak Belanda memeras rakyat untuk kepentingan perayaan tersebut. Salah satu ucapannya yang ditulis dalam koran Douwes Dekker de Express adalah bertajuk Als Ik Eens Nederlander Was –Seandainya Aku Seorang Belanda–

Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.
Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun.

Akibat tulisan tersebut beliau dibuang tanpa proses pengadilan ke Pulau Bangka oleh Gubernur Jendral Idenburg, namun atas tulisan Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo hukuman tersebut berganti menjadi dibuang ke negeri Belanda.

Sepulang dari pengasingan di Belanda –yang beliau gunakan juga untuk memperdalam ilmu– ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa –Perguruan Nasional Tamansiswa– pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Dari sinilah lahir konsep pendidikan nasional, hingga Indonesia merdeka Ki Hadjar Dewantara pun menjadi Menteri Pendidikan dan meninggal pada 28 April 1959 di Yogyakarta.


Di era sekarang:
ing ngarso sung tulodo (di depan memberi teladan), ing madyo mangun karso (di tengah membangun karya), tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), harus dibalik menjadi: tut wuri handayani, ing madyo mangun karso, ing ngarso sung tulodo. Mengedepankan pendidikan akan membawa Indonesia jaya.

Nama: Ki Hajar Dewantara
Nama Asli: Raden Mas Soewardi Soeryaningrat
Lahir: Yogyakarta, 2 Mei 1889
Wafat: Yogyakarta, 28 April 1959