Kehidupan kita saat ini masuk dalam era kesemrawut global. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah masuk hingga pelosok melalui informasi dan komunikasi global, tak mampu ditambat. Dunia semakin sempit dan pendek sehingga kita bisa menjangkau dengan mudah dan cepat tanpa batas.
Ciri-ciri kesemrawutan global adalah kita kehilangan batas, terbukanya sekat sehingga tak ada perbedaan ruang. Terbukanya batas antara mana yang dihormati dan tidak. Guru dan siswa seperti sesama kawan. Dan yang paling parah adalah kewibawaan dianggap sebagai alat pendidikan yang bersifat negatif. Kewibawaan hanya dimiliki oleh pejabat atau penguasa saja. Banyak guru berwibawa dikaitkan dengan kelebihan fisik/harta dan sebagainya.
Tanda-tanda yang menyertai kesemrawutan adalah ketidakpastian (kepastian berubahnya sesuatu dan perubahan tidak dapat diramalkan), argumentasi/ pembantahan silat kata sebagai pembenaran mkeputusan. Ketidaktaatan pada orang yang lebih tua. Siswa tak patuh guru, istri tak tunduk pada suami, suami tidak mengasihi istri, mencari-cari persoalan, hamba uang, hamba jabatan, gila hormat.
Akibatnya banyak anak yang melawan/ tidak hormat orang tua jika orang tuanya miskin (tak berwibawa ?), banyak siswa yang melecehkan guru yang memiliki kelemahan fisik (tak berwibawa ?). Tidak memiliki figur yang pasti, kehilangan identitas pribadinya.
Dalam Bahasa Belanda Gezag, Wibawa adalah kelebihan seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain. Kewibawaan ini muncul dari kelebihan fisik (badan besar, muka seram, suara keras, gagah, berotot), kelebihan harta, kelebihan usia, kelebihan keturunan (keturunan bangsawan/terhormat), kelebihan intelegensi (pintar cerdas), kelebihan pengetahuan (serba tahu).
Sebaliknya Guru Tidak Berwibawa jika memiliki pengetahuan rendah/sedikit/sempit/sok tahu, emosional (pemarah, mahal senyum), tidak cocok antara omongan dan perbuatan, tidak mampu menjelaskan secara rasional, kurang tegas/ kurang konsisten, kurang menghargai siswa dan over acting.
Lemahnya wibawa guru ini didukung oleh sifat siswa pada saat ini yang menghendaki kebebasan, ingin serba cepat/ serba selesai/ dinamis. Siswa sekarang juga lebih kritis/rasional/pakai otak. Mereka lebih menghargai pengetahuan/teknologi dan intelegensi. Bisa jadi siswa lebih dulu tahu, melalui internet. Akibatnya mereka/siswa melakukan coba-coba dari apa yang pernah dilihat, dibaca dan didengar dari media komunikasi global. Tampak juga sifat internasionalnya dengan fasion, food, fun dan sebagainya. Cobalah bertanya kepada siswa kelas tiga SMA, ”Apa cita-citamu setelah SMA ?” Tak banyak yang menemukan jawaban pasti. Ini salah satu akibat hidup di dunia maya, mengikuti perkembangan umurnya. Tidak pasti.
Apakah masih diperlukan kewibawaan guru ?
Berkembangnya Teori Kebebasan menyebabkan terjadinya krisis kewibawaan. Hilangnya kewibawaan akan menyebabkan anak-anak tidak menghormati dan mendengar saran-saran dari pendidiknya. Ya, seburuk apapun kata orang, guru memang harus berwibawa. Pendeknya anak didik/siswa memang masih memerlukan panutan/ contoh.
Dalam menghadapi generasi muda sekarang, siswa harus mengakui adanya kewibawaan pada guru/pendidik (dating dari dalam), tanpa dipaksa untuk menerimanya. Kewibawaan bukan alat pendidikan yang negatif dan menekan kebebasan. Oleh karena itu guru memang harus berwibawa. Karena kewibawaan identik dengan menghormati/ mentakjubi/ menghargai/ mengagumi dan sebagainya.
Prosesi Akad dan Resepsi Pernikahan Ananda Ditta Nisa Rofa dengan Muhammad
Rizal
-
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ Yaa Allah… Yaa Rahman… Yaa Rahim…
Seraya memohon ridho-Mu, hari ini telah aku ikuti rencana-Mu, menunaikan
tugasku sela...
1 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar